Eva Bande Sebut Kasus Longki Vs Yahdi Tidak Penting

oleh -
Eva Susanti Bande

PALU – Aktivis gender, Eva Susanti Bande mengkritik keras sikap Gubernur Sulteng, Longki Djanggola yang sibuk mengurus urusan pribadi di tengah carut marutnya penanganan pemulihan pascabencana di Sulteng.

Pejuang agraria yang baru saja mendapatkan Yap Thiam Hien Award itu, mengatakan, sampai sekarang nasib ribuan warga terdampak bencana alam masih terkurung penderitaan. Sementara Longki justru lebih disibukkan dengan urusan pribadi yang tidak penting.
Kata dia, yang nyata terpublikasi sangat massif, padahal hanya urusan pembersihan nama baik dari pemimpin daerah.

“Kalau urusan begini malah cepat tanggap, sedangkan pengurusan nasib warga terdampak disia-siakan. Sangat tidak sebanding nasib ribuan rakyat dengan pencemaran nama baik. Padahal sikap baik terhadap warga terdampak bencana jauh lebih mulia dari pada urusan pribadi,” tegas Eva, di Palu, Ahad (07/07).

BACA JUGA :  Muhlis U Aca Resmi Dilantik Sebagai Wakil Ketua I DPRD Kota Palu Periode 2024-2029

Eva mengatakan, mestinya sebagai pemimpin daerah harus memprioritaskan urusan public, seperti regulasi tata ruang yang belum memenuhi prinsip keadilan ruang dan cepat tanggap bencana.

“Saya ingat, di pekan awal pascabencana alam di Pasigala, salah satu isu yang cukup hangat adalah penyesalan para peneliti Palu-Koro terkait peringatan mereka tentang akan adanya potensi gempa besar yang mereka prediksi sejak tahun 2017, justru tidak direspons serius oleh pemimpin daerah. Ini hanya masalah pencemarah nama baik justru dibesar-besarkan,” tekannya.
Menurut Eva, pemimpin pemerintahan tidak boleh anti kritik dan sensitif reaksioner, sebab kedudukan politik yang disandangnya adalah mandat rakyat yang harus dipertanggungjawabkan pula kepada rakyat.

BACA JUGA :  Sejumlah Bahasa Daerah di Sulteng menuju "Sakaratul Maut" DPRD Siap Carikan Solusi

Dia berpendapat, persoalan pribadi yang melibatkan pejabat publik dari ruang eksekutif versus legislatif baiknya diselesaikan dengan cara yang sedapat mungkin menghindari reaksi publik. Karena keadaan mental warga Pasigala belum kembali utuh sepenuhnya. Dia menilai, menjadi repot kalau urusan seperti itu digiring ke ranah hukum. Efek dominonya kuat, dan rentan kepentingan pihak-pihak lain yang menyulut bara menjadi api.

“Penguasa daerah kita yang rawan bencana ini mestinya berjiwa besar. Jauh lebih baik duduk bersama menyelesaikan masalah dengan kerendahan hati masing-masing pihak,” tandasnya. (YAMIN)