Ekonomi Sulteng Tahun 2023 Diperkirakan Masih Tumbuh Tinggi

oleh -
Kepala KPw BI Sulteng, Dwiyanto Cahyo Sumirat (tengah) didampingi dua Deputi Kepala Perwakilan BI Sulteng, Gusri Wantoro (kiri) dan Miko Bayu Aji (kanan) saat menyampaikan perkembangan ekonomi Sulteng, di salah satu resto, di Kota Palu, Jumat (27/01). (FOTO: media.alkhairaat.id/Rifay)

PALU – Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Tahun 2023 diperkirakan masih tetap tumbuh tinggi, seiring dengan perkiraan tingginya kinerja industri pengolahan dan pertambangan.

Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Sulteng sendiri, masih tetap berada di tengah ancaman resesi ekonomi global.

Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Dwiyanto Cahyo Sumirat, kepada wartawan, Jumat (27/01), mengatakan, pada triwulan III Tahun 2022 lalu, ekonomi Sulteng didominasi oleh sektor industri pengolahan sebesar 41,56%, pertanian 15,45%, dan pertambangan 15,41%.

Di Tahun 2023 ini, kata dia, kinerja industri pengolahan, khususnya pengolahan nikel, juga masih akan tumbuh tinggi seiring dengan tingginya permintaan stainless steel dan melonjak tajamnya permintaan baterai EV.

Olehnya, kata dia, tumbuh tingginya industri pengolahan juga akan berjalan beriringan dengan kinerja pertambangan yang juga akan tumbuh signifikan.

Terkait itu, ia juga sempat menyinggung peristiwa bentrok antar karyawan yang terjadi di salah satu perusahaan tambang di Kabupaten Morowali Utara (Morut), PT Gunbuster Nickel Industry (GNI).

Ia berharap, kedua belah pihak bisa segera mencapai kesepakatan sehingga perusahaan bisa kembali berproduksi lagi dan tidak terulang kejadian sebelumnya.

“Kalau melihat dampak yang ditumbulkan dari peristiwa tersebut, sebenarnya cukup signifikan efeknya pada pertumbuhan ekonomi di Sulteng. Kalau ada gangguan yang berlarut-larut di sektor itu (hilirisasi nikel), tentunya akan berdampak tertekannya pertumbuhan ekonomi Sulteng secara keseluruhan,” ujar Anto, sapaan akrabnya.

Namun ia bersyukur, karena masalah yang terjadi sudah diatasi dengan baik dan kegiatan produksi juga termonitor sudah berjalan normal.

“Semoga kondisi bisa semakin kondusif ke depannya sehingga dampaknya tidak terlalu terasa,” katanya, didampingi dua Deputi Kepala KPw BI Sulteng, Gusri Wantoro dan Miko Bayu Aji.

Lebih lanjut ia mengatakan, selain pertumbuhan industri pengolahan, kinerja sektor pertambangan juga akan didorong oleh semakin masifnya pembangunan IKN yang akan meningkatkan kebutuhan bahan-bahan konstruksi dari Sulteng.

“Terkait IKN, Sulteng sendiri menjadi salah satu daerah pemasok batu pecah atau galian C ke IKN. Ini juga menjadi salah satu penopang perekonomian Sulteng ke depan,” ujar Anto.

Meskipun demikian, kata dia, pertumbuhan ekonomi Sulteng juga dapat tertahan seiring dengan adanya potensi disrupsi dari sisi pertanian yang dipengaruhi oleh kenaikan harga pupuk dan energi global yang dapat menghambat produksi pertanian.

Mantan Analis Senior, KPw BI Provinsi Jawa Tengah (Jateng) itu juga menyampaikan sejumlah hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mendorong ekonomi Sulteng, antara lain adalah dengan meningkatkan konsumsi rumah tangga, khususnya yang berkaitan dengan produk dalam negeri.

“Sehingga nantinya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sulteng khususnya dari sisi permintaan,” katanya.

Konsumsi rumah tangga ke depan, kata dia, diperkirakan juga akan lebih tinggi sejalan dengan dicabutnya status PPKM oleh pemerintah, sehingga mobilisasi semakin bebas dan perputaran roda ekonomi masyarakat akan lebih cepat.

Sejauh ini, lanjut dia, BI secara rutin melaksanakan berbagai survey, seperti survey konsumen untuk mengukur tingkat kepercayaan masyarakat mengenai kondisi ekonomi terkini serta survey lainnya seperti Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), Survei  dan Survey Pemantauan Harga (SPH) untuk memantau pergerakan harga-harga di wilayah Sulawesi Tengah.

Berdasarkan pantauan survey konsumen, masyarakat Sulteng masih sangat confident dalam melihat perkembangan ekonomi saat ini, di mana Indeks Keyakinan Konsumen per Januari 2023 tercatat sebesar 133 (di atas 100 atau masih dalam zona optimis).

“Ini mengindikasikan bahwa persepsi masyarakat terhadap ekonomi masih baik di tengah isu resesi 2023 yang dapat mempengaruhi tingkat confidence masyarakat dalam menjalani tahun baru ini,” jelasnya. (RIFAY)