PALU – Direktur Eksekutif Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (Econesia), Azmi Sirajuddin, memberikan catatan kritis terhadap Kawasan Pangan Nusantara (KPN) atau Food Estate. Ia menilai bahwa KPN merupakan proyek imajiner atau sekadar mimpi.

“Sebab, tidak jelas menunjukkan berapa porsi kebutuhan pangan di Ibu Kota Nusantara (IKN) dan berapa porsi yang bisa disuplai oleh KPN,” kata Azmi dalam dialog publik Diseminasi Hasil Kajian Rambu Pengaman Sosial dan Lingkungan Kawasan Pangan Nusantara (KPN) Talaga yang diselenggarakan secara hybrid, baik daring maupun luring.

Acara tersebut diadakan oleh Yayasan Econesia, Yayasan Madani, dan WALHI Sulawesi Tengah di Hotel Jazz, Kota Palu, Senin (17/2).

Pemerintah Indonesia mengembangkan program Food Estate atau lumbung pangan nasional sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) guna memenuhi kebutuhan pangan, terutama untuk Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.

Di Sulawesi Tengah, proyek percontohan KPN Talaga berada di Desa Talaga, Kecamatan Dampelas, Kabupaten Donggala, dengan luas 1.123,59 hektare, sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 504/117.1/DBMPR-G.ST/2022.

Azmi mengatakan bahwa di berbagai daerah, Food Estate tidak berhasil. Keberadaan KPN ini seharusnya diparalelkan dengan skema pengurangan emisi di Sulawesi Tengah.

Terlebih lagi, sejak 2010, Sulawesi Tengah telah berkontribusi sebesar 3 persen terhadap rata-rata pengurangan emisi nasional. Dalam sektor pembukaan lahan, perdebatan bukan terletak pada status kawasan, melainkan pada fungsi ekologi dan ekosistemnya.

“Olehnya itu, sangat disayangkan jika lahan yang seharusnya berfungsi menyerap karbon dari sektor hutan justru ditebang. Pemerintah daerah tidak konsisten antara upaya mereka 10 tahun lalu dalam mengurangi emisi gas dengan kebijakan pembukaan lahan saat ini,” ujar Azmi.

Koordinator KPN Talaga, Ridha Saleh, menegaskan bahwa KPN Talaga bukan merupakan Proyek Strategis Nasional, melainkan Program Strategis Nasional.

“Sebelum dibukanya KPN Talaga, sudah dilakukan kajian dan penelitian serta dibahas oleh sedikitnya 12 kementerian dan lembaga,” kata Ridha, yang akrab disapa Edang juga merupakan tenaga ahli Gubernur.

Dia juga menambahkan bahwa keberadaan KPN justru bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Sementara, Kepala Seksi Pemerintahan Desa Talaga, Takwim, menuturkan bahwa dalam proses pelebaran jalan menuju KPN, banyak pohon kelapa milik warga yang ditebang tanpa adanya ganti rugi.

Padahal, menurutnya, ada aturan yang mengatur tentang pemberian ganti rugi dalam kasus seperti ini.

Perwakilan warga Talaga, Sujud Sahwi, membantah adanya praktik penebangan liar yang dilakukan oleh warga setempat dan merugikan negara seperti yang viral di media. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena kecemburuan sosial terhadap pengelolaan kayu hasil tebangan yang tidak memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar.

Sujud juga menyoroti Dinas Kehutanan terkait praktik penegakan hukum yang dinilainya tebang pilih. Ia mempertanyakan keberadaan kayu hasil pembukaan lahan yang diperkirakan mencapai ratusan kubik sejak proyek ini dimulai pada tahun 2021 hingga kini di tahun 2025.

Selain itu, Sujud juga mengkritisi Dinas Pertanian yang telah memberikan alat pertanian seperti jonder (traktor), tetapi malah disalahgunakan sebagai alat penarik kayu, bukan untuk pertanian sebagaimana mestinya.

Program Officer Hutan dan Iklim Yayasan Madani Berkelanjutan, Yosi Amelia, mempertanyakan apakah keberadaan KPN sudah memenuhi prinsip keadilan sosial dan ekologis.

Dia juga menyebut bahwa KPN Talaga di Sulawesi Tengah merupakan satu-satunya kawasan yang memiliki payung hukum dibandingkan daerah lain. Namun, meskipun sudah memiliki dasar hukum, penerapannya tetap menjadi bahan kritik masyarakat dan organisasi sipil.

Sementara, Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Tengah, Sunardi Katili, menyebutkan bahwa terdapat empat Program Strategis Nasional di wilayah ini, yaitu Kapet Palapas, KEK Palu, Kawasan Industri, dan Kawasan Industri Gas Cair.

Sunardi menegaskan bahwa diperlukan peninjauan mendalam terkait dampak yang ditimbulkan oleh KPN terhadap 2.793 jiwa penduduk Desa Talaga, di mana 80 persen di antaranya menggantungkan hidup pada sektor pertanian sebagai sumber ekonomi utama.

Reporter: Ikram/Editor: Nanang