Dugaan Suap kepada Mantan Kepala TPPU Bunta, PH Soehartono: Saksi dari JPU Tidak Kompeten

oleh -
Soehartono saat menjalani sidang lanjutan dengan agenda keterangan saksi dari JPU, di PN) Kelas 1A Palu, Selasa (17/01). (FOTO: IST)

PALU – Sidang lanjutan dugaan gratifikasi/suap dengan terdakwa Soehartono, kembali digelar oleh Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A PHI/Tipikor/Palu, Selasa (17/01).

Sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Soehartono selaku Direktur PT Fortino Artha Sejahtera (FAS) yang juga Investor PT Aneka Nusantara Internasional (ANI), diduga melakukan gratifikasi kepada Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Bunta, Dean Granovic.

Pada sidang lanjutan yang yang dipimpin Chairil Anwar, didampingi hakim anggota Haris Kahohon dan Nur Alam tersebut, JPU Asma menghadirkan dua saksi, yaitu Agung Semiawan dan karyawan Bank Mandiri, Anita Dwi Puspitasari.

Dalam persidangan, Agung Semiawan mengungkapkan mengenai transfer dana dari terdakwa Soekartono di Bank Mandiri. Namun ia sendiri tidak mengetahui untuk apa dana yang ditransfer tersebut.

“Saya tidak tau untuk apa uang tersebut. Saya tidak kenal dengan Soehartono dan saya tahu hubungan antara Soehartono dengan Dean Granovic. Saya hanya meminjamkan buku rekening kepada Dean Granovic,” ucap Agung Semiawan saat ditanya hakim.

Sedangkan saksi Anita mengakui adanya transferan sejumlah dana dari Soehartono kepada Agung Semiawan dan Dean Granovic. Akan tetapi, saksi juga tidak kenal dengan Soehartono, dan tidak tahu hubungan antara Soehartono dengan Dean.

Anita di hadapan majelis hakim juga mengakui, bahwa ada rekening Soehartono di Bank Mandiri.

“Iya pak, ada rekeningnya Pak Soehartono di Bank Mandiri, ” ujarnya.

PH terdakwa, Erik Aleksander, SH, mengatakan, pihaknya sendiri akan melakukan pembuktian-pembuktian bahwa kliennya memang tidak melakukan perbuatan yang sebagaimana yang didakwakan JPU.

“Selama ini dari saksi-saksi yang dihadirkan JPU tidak kompeten karena tidak ada hubungannya dengan kasus Soehartono Soehartono, khususnya terkait dakwaan penyuapan kepada Dean di Pasal 5 dan pasal 3 UU Tipikor Tahun 2001. Itu tidak terbukti,” kata PH dari Kantor Advocat Seno Lawfirm & Investigations itu.

Dalam perkara ini, turut bergabung sebagai penasehat hukum Syahruddin, SH.

Ia juga menguraikan keterangan saksi-saksi lain yang dihadirkan JPU, tanggal 10 Januari lalu. Di mana saksi dari Kantor KUPP Bunta bernama Sadullah, Kasman Hadean dan Indra Hulawa, menerangkan bahwa agen kapal saksi yang bernama Nispu mengaku tidak mengenal Soehartono, dan tidak ada hubungan kerja.

“Jadi mereka (saksi) bingung sendiri dihadirkan dalam persidangan,” ungkapnya.

Pada saat berjalannya persidangan tesebut, lanjut dia, JPU terkesan mencoba membuat pengiringan opini kepada saksi Sadullah seolah-olah saksi mengetahui betul hubungan kerja antara PT ANI dan PT FAS terkait Izin Usaha Pertambangan.

Hal itupun langsung dibantah oleh Syahrudin selaku penasehat hukum Soehartono karena tidak ada hubungannya sama sekali dengan kantor KUPP Bunta.

Sementara pada persidangan tanggal 20 Desember 2022, Soehartono yang menjadi saksi mahkota dalam perkara Dean Granovic, mengungkapkan bahwa dana yang mengalir kepada Dean bukanlah gratifikasi.

Ia memberikan pinjaman kepada Dean karena ada hubungan pertemanan antara keduanya. Hal itu juga dibuktikan dengan adanya surat perjanjian antara keduanya.

Dalam surat perjanjian itu disepakati ada pinjaman sebesar Rp500 juta dengan bunga 12 persen dengan batas waktu selama 3 tahun. Selain itu ada jaminan sertifikat tanah yang di atasnya ada bangunan.

Ia juga menegaskan bahwa kliennya (Soehartono) adalah korban dalam perkara ini. Sedianya, kata dia, Soehartono sendiri hanya berniat baik meminjamkan uang kepada rekannya (Dean), tapi justru dijadikan terdakwa dalam perkara gratifikasi.

Menurutnya, laporan Ladumas terhadap Dean Granovic menjadi dasar Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Akan tetapi saksi pelapor tidak dimunculkan dalam persidangan, sehingga tercermin indikasi penyalahgunaan kewenangan atau abuse of power dari pihak Kejati Sulteng.

“Harapan kami majelis hakim mengedepankan hati nuraninya dalam memutus perkara ini dengan seadil-adilnya. Karena dari fakta-fakta persidangan kita sudah melihat kebenaran-kebenaran,” ujar Erik.

Sidang akan kembali dilanjutkan pekan depan, Selasa (24/01/2023), di mana PH akan memunculkan bukti-bukti otentik berupa surat-surat penting terkait dengan perkara ini. (RIFAY)