Dugaan Malpraktek, IDI: Dokter Tidak Dibekali Mukjizat

oleh -
IDI

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Palu, dr Husaema mengatakan, pihaknya menyerahkan persoalan kasus dugaan malpraktek di RSUD Anutapura, sepenuhnya ke ranah hukum, apalagi prosesnya sudah ke tahap II.

Kasus ini melibatkan salah satu dokter di RSUD Anutapura  Palu, dr. Heryani Parewasi, M.Kes, Sp.OG, sebagai tersangka.

Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obygn) ini diduga melakukan malapraktik sehingga menyebabkan meninggalnya pasien melahirkan, Nurindah Restuati, Agustus lalu.

“Tetapi ada yang namanya praduga tak berasalah karena kesimpulan akhirnya ada di pengadilan,” katanya, Kamis (07/12).

Dari kacamata IDI, lanjut dia, ada misinterpretasi antara kepolisian dengan pihak medis.

Menurtnya, dalam dunia kedokteran, ada yang namanya Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang juga telah melakukan persidangan dalam persoalan ini. Saat itu, ada 17 dokter yang menanganinya dan ternyata dari hasil pemeriksaan, tidak ada pelanggaran yang dilakukan tersangka dalam penanganan medis.

“Tetapi menurut kacamata polisi berbeda dan mengatakan ada kelalaian. Itu yang kemudian dijadikan dasar menjadikan Haerani sebagai tersangka, dan itu adalah haknya,” terangnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, IDI akan memberikan perlidungan hukum kepada tersangka, namun bukan dalam arti membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.

“Tetap mendudukan persoalan sesuai dengan porsi. Pada proses persidangan nanti, masing-masing pihak akan mengajukan saksi ahli untuk memberikan argumentasi terhadap tindakan yang dilakukan teman sejawat kami dan pada akhirnya hakimlah yang akan memutuskan,” tambahnya.

Dalam melaksanakan tugas, tambah Husaema, dokter adalah manusia biasa yang tidak dibekali mukjizat, misalnya menghidupkan orang mati. Seorang dokter juga tidak pernah berjanji untuk menyembuhkan orang. Yang dilakukan adalah sesuai tingkat keilmuan yang dia miliki secara professional.

“Yang perlu dipahami, sebelum mengambil tindakan, dokter selalu memulainya dengan doa. Ini artinya tidak ada dokter yang berniat untuk mencelakakan pasiennya,” katanya.

Dia menambahkan, sebelum melakukan tindakan yang memiliki risiko seperti operasi, dokter akan meminta persetujuan dari keluarga.

“Persetujuan itu diminta karena dokter tidak bisa mengetahui apa yang terjadi selama perjalanan operasi, terkadang diagnosa awal akan berbeda dengan hasil akhir yang kita dapat,” bebernya.

Siang tadi, Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu telah menerima pelimpahan berkas perkara dugaan malapraktik. Adapun barang bukti yang dilimpahkan adalah dokumen rekam jejak medic yang didalamnya terdapat tahapan-tahapan tindakan medis yang dilakukan dokter tersebut.

Menurut Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Kejari Palu, Surianto, korban Nurindah Restuati meninggal dunia pasca menjalani operasi yang dilakukan dr. Heryani Parewasi.

Sebelum itu, korban yang tiba di RSUD Anutapura, Selasa (15/8) lalu, terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kandungan. Setelah itu, ditetapkanlah waktu operasi, yakni Rabu (16/8) keesokan harinya.

Usai menjalani operasi, dokter pun mengambil tindakan mengikat kandungan korban dan penguretan.

“Akibat dari penguretan inilah yang membuat korban mengalami pendarahan sampai meninggal dunia, bayinya selamat,” imbuhnya.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 359 jo 361 KUHP denga ancaman hukuman lima tahun penjara. (HAMID)