MOROWALI – Sejak awal beroperasi, beberapa perusahaan di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) telah mencanangkan prinsip efisiensi.
Prinsip efisiensi dilakukan demi memasok produk bahan baku sektor industri manufaktur.
Melalui langkah recovery yang mengolah dan memanfaatkan kembali material sisa produksi, perusahaan juga bersumbangsih mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Dua perusahaan itu, PT Hua Chin Aluminium Indonesia (HCAI) yang menghasilkan produk aluminium, dan PT Risun Wei Shan Indonesia dengan produk utama kokas.
Kedua perusahaan ini merintis operasional usaha yang sekaligus menerapkan prinsip efisiensi dan ramah lingkungan.
Di PT HCAI, desain teknologi pengolahan aluminium terintegrasi dengan recovery material emisi gas buang.
Hal ini dijalankan dengan menganut teknologi produksi terapan serupa di Tiongkok yang telah teruji kapasitas dan kualitasnya serta dipastikan telah menggunakan konsep dan model teknologi terbaru.
Dengan menerapkannya, PT HCAI mampu meminimalisir toksik dari limbah gas sisa produksi.
Liu Hong, Supervisor bagian Pemurnian PT HCAI, saat dikonfirmasi belum lama ini dalam paparannya menjelaskan, pembuatan produk aluminium di HCAI berbahan baku bubuk alumina (aluminium oksida/ Al2O3).
Dalam proses pengolahan menjadi aluminium, bubuk alumina yang telah melalui proses peleburan menghasilkan energi panas dan emisi gas buang.
Alih-alih segera dilepaskan, gas buang terlebih dahulu melalui proses pemurnian yang disebut dengan dry-scrubbing.
Bayu Yuda Andika, Supervisor Environmental PT HCAI, mengatakan, emisi gas buang tidak langsung dibuang lewat cerobong, karena di dalamnya masih terdapat senyawa ion hidrogen fluorida yang dibutuhkan oleh HCAI.
Proses pemulihan emisi gas buang yang berlangsung melalui teknologi instalasi pemurnian. Recovery ini bertujuan untuk memanfaatkan kembali energi panas dan senyawa hidrogen fluorida (HF) dari emisi gas buang untuk proses produksi.
Emisi gas buang yang telah dimurnikan dapat berkurang kadar polutannya, yang selanjutnya dialirkan dan dibuang ke udara melalui cerobong.
Bayu merincikan, dengan teknologi dry-scrubbing PT HCAI mampu menekan kadar emisi dari kandungan polutan berbahaya.
Secara khusus, pembersihan gas buang mampu menghasilkan emisi sangat bersih, dengan parameter kadar HF kurang dari 0,6 mg/Nm3, dan debu kurang dari 3 mg/Nm3.
Dari segi efisiensi produksi, upaya recovery emisi gas buang berfaedah menghemat biaya material aluminium florida.
Menurut perhitungan Bayu, dalam setahun, PT HCAI mengeluarkan ongkos 3.500 yuan atau sekitar Rp32,3 miliar untuk memasok 4.204,9 ton aluminium florida.
“Bila tidak melakukan recovery terhadap gas buang, maka biaya yang dikeluarkan dapat mencapai dua kali lipatnya,” ucapnya.
Ramah Lingkungan dan Efisien
Bagi pabrik industri pengolahan, kepatuhan terhadap aturan merupakan alasan utama menerapkan pengolahan kembali limbah gas.
Lebih dari itu, seperti ditunjukkan PT Risun Wei Shan Indonesia, recovery terhadap gas sintetis coke oven gas (COG) bertujuan meningkatkan efisiensi, menjalankan keberlanjutan bisnis ramah lingkungan, dan upaya tanggung jawab sosial perusahaan.
Eng Han, Wakil Foreman Environmental HSE PT Risun menjelaskan, pemurnian COG sebagai material sisa produksi kokas dilakukan untuk memulihkan senyawa-senyawa di dalam COG.
Dengan memurnikan COG, PT Risun dapat memanfaatkan kembali beberapa senyawa untuk diolah sebagai produk samping, berupa coal tar, sulfur, amonium sulfat, dan benzena mentah.
Sebagian diantaranya lalu diolah menjadi barang setengah jadi sebagai bahan baku industri lain.
Eng Han menyebutkan, produk setengah jadi hasil pemurnian COG ini juga potensial untuk diekspor, bila kebutuhan perusahaan dalam negeri telah terpenuhi.
Di tempat terpisah, Li Jialei, Manajer Emergency Response Management (ERM) PT Risun mengatakan, saat ini setidaknya terdapat 10 perusahaan di kawasan IMIP yang menggunakan gas COG yang telah dimurnikan oleh PT RISUN.
Di sisi lain, langkah recovery ini menghemat ongkos produksi. Melalui sistem proses produksi kokas yang secara sirkular menyatu dengan pemurnian gas sisa, pola produksi dapat berlangsung efisien dan lebih menghemat energi.
Disadari ataupun tidak, penerapan recovery oleh kedua perusahaan tersebut mencerminkan prinsip ekonomi sirkular untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya.
Selain mengurangi emisi karbon yang berdampak negatif bagi alam, perusahaan mampu mengolah kembali sisa produksi sehingga meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi dalam jangka panjang.
Strategi ini tak hanya selaras dalam mewujudkan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), tapi juga peka terhadap kebutuhan rantai ekologi, daur ulang, dan pembangunan hijau di kawasan IMIP. ***