DOHA – Dewan Pembina Persatuan Ulama Muslim Internasional menunjuk Habib Salem Segaf Al-Jufri untuk menjadi ketuanya hingga akhir masa jabatan periode saat ini menggantikan mantan ketuanya Ahmed Raissouni yang mengundurkan diri baru-baru ini.
Dalam sebuah pernyataannya, Persatuan Ulama Muslim Internasional Sabtu menjelaskan bahwa Salim Al-Jufri dipilih dari antara tiga wakil presiden untuk menyelesaikan sisa periode, dengan catatan akan ada pemilihan ketua baru, wakilnya dan sekretarisnya yang akan dilakukan dalam rapat umum biasa yang diputuskan akan digelar awal tahun depan.
Dr. Habib Salim Segaf Al-Jufri (68 tahun), lahir di Indonesia, bergelar doktor di bidang hukum (syariah) Islam, pernah menjabat Menteri Sosial di Indonesia, dan sebagai dosen di sejumlah perguruan tinggi, serta anggota dari sejumlah dewan syariah.
Salim juga merupakan cucu dari Sayid Idrus bin Salim Aljufri pendiri Ormas terbesar di Indonesia timur, Alkhairatat.
Sebelumnya pada Kongres Persatuan Ulama Mulsim Internasional 2018 di Turki lalu, Ketua Majelis Syuro PKS ini terpilih sebagai Wakil Ketua. Dalam situs resmi Persatuan Ulama Muslim Internasional disebutkan, Habib Salim Segaf Al Jufri menjadi wakil ketua bersama tiga ulama lainnya yakni Mufti Besar Kesultanan Oman Syekh Ahmed Al-Khalili, Syekh Khairuddin Kahraman dari Turki dan Syekh Issam Al-Bashir dari Sudan.
Sementara terpilih sebagai Ketua saat itu Syekh Abdul Salam Ahmed Al-Risouni menggantikan Syekh Dr Yusuf Qaradhawi. Syekh Abdul Salam Ahmed Al-Risouni memperoleh 93,4 persen dengan 410 suara dalam pemilihan tersebut.
Sementara sekitar dua minggu lalu, Persatuan Ulama Muslim Internasional mengumumkan menerima pengunduran diri ketuanya, Sheikh Ahmed Raissouni, menyusul statemennya tentang Sahara Barat dan Mauritania yang memicu kontroversi.
Raissouni mengatakan – dalam sebuah pernyataan – bahwa dia mengundurkan diri sebagai bentuk komitmennya atas sikap, pendirian dan pendapatnya yang dinilainya tidak bisa diubah serta tidak bisa dikompromi serta sebagai bentuk berpegang teguh terhadap kebebasan berekspresinya tanpa syarat atau tekanan.
Raissouni mengatakan, dalam sebuah wawancara dengan web berita Maroko BlancaPress (independen) pada pertengahan Agustus, bahwa rakyat Maroko siap membela wilayah Tindouf (sebuah kota Aljazair) untuk membebaskan wilayah gurun mereka. Menurutnya, bahkan keberadaan Mauritania di sana adalah kesalahan, apalagi di Sahara barat. “Maroko harus kembali seperti sebelum invasi Eropa, tandasnya”.
Pernyataan Raissouni tentang provinsi Sahara Barat tersebut di media Maroko itu memicu reaksi keras di kalangan Aljazair, terutama dari partai Islam dan meminta agar yang bersangkutan mengundurkan diri dari jabatannya di persatuan ulama.
Pihak Maroko sendiri berkeras bahwa Sahara barat adalah wilayah mereka dan mengusulkan solusi adanya otonomi daerah secara luas yang tetap berada di bawah kedaulatan Maroko. Sementara Front Polisario (yang didukung Aljazair) meminta agar dilakukan referendum untuk menentukan nasib wilayah itu.
Sumber: PIP