PALU- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi tengah (Sulteng) mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA), pada sidang Paripurna masa Persidangan ke-I tahun kedua berlangsung, di Ruang Sidang Utama DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Jalan Prof. Moh. Yamin kota Palu, Rabu (31/12).
Sidang dipimpin Aristan, Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulteng yang membuka sidang dengan agenda awal mendengarkan laporan Panitia Khusus (Pansus) dari Komisi IV tentang Proses pengawasan dan Pengawalan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Masyarakat Hukum Adat (MHA).
Sejak ditetapkan di Palu pada 31 Desember 2025 pukul 10.00 WITA, Perda MHA Sulawesi Tengah berlaku setelah teregistrasi dan terbitnya SK Gubernur tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA.
Pemerintah Provinsi diwakili oleh Sekretaris Daerah (Sekda Prov) , Novalina mengatakan, Penetapan Perda tersebut adalah wujud komitmen kuat pemerintah untuk melindungi MHA.
“Tidak main-main Pemerintah dan Legislatif dalam upaya mendorong Perda tersebut, tinggal implementasinya harus didorong dan dikawal,” kata Novalina.
Penetapan dan sahnya Perda MHA Sulteng telah diperjuangkan kurang lebih enam tahun (2019-2025) oleh (KARAMHA) Koalisi Advokasi untuk Rekognisi Hak Masyarakat Hukum Adat –akhirnya membuahkan hasil.
Salah satu dari NGO, tergabung dalam KARAMHA Direktur Yayasan Merah Putih,Amran Tambaru, mengatakan, kehadiran Perda PPMHA pada level provinsi sangat dinantikan oleh komunitas Masyarakat Hukum Adat terutama yang wilayah adatnya melintasi batas administrasi kabupaten/kota.
Dengan ditetapkannya Perda PPMHA Provinsi Sulawesi Tengah menjadi satu bagian dari kondisi pemungkin (enabling condition) untuk pengakuan hak lainnya seperti Penetapan Hutan Adat oleh Kementerian Kehutanan (pasca Putusan MK No. 35 Tahun 2012) dan Pendaftaran Tanah Ulayat oleh Kantor Pertanahan / BPN (pasca Permen ATR/BPN No. 14 Tahun 2024).
“Ini langkah maju bagi pemerintah dan legislatif artinya dengan disahkannya Perda PPMHA pada level provinsi, maka Sulawesi Tengah menjadi provinsi ke delapan mengakui keberadaan Masyarakat Hukum Adat mengikuti jejak Provinsi Kalimantan Timur, Riau, Kalimantan Utara, Papua Barat, Papua, Kalimantan Selatan dan Jambi.” kata Amran.
Wakil Ketua DPRD Provinsi turut mengawal proses PERDA tersebut,Aristan mengatakan secara substansi, Perda MHA sangat penting. Tidak hanya bagi masyarakat adat tetapi juga bagi daerah memiliki peran untuk melindungi masyarakat adat.
“Paling tidak, adanya Perda, kemudian diperkuat oleh Surat Keputusan (SK) Gubernur ini membuat masyarakat hukum adat berada di lintas kabupaten/kota terlindungi.” Jelas Aristan.
Pengakuan dan Perlindungan masyarakat Hukum Adat menurutnya adalah hal paling krusial dalam PERDA MHA. Hal ini karena dengan PERDA maka eksistensi MHA diakui sepenuhnya oleh negara.
Sekretaris Komisi IV DPRD Sulteng, Wiwik Jumatul Rofi’ah, yang mendorong dan mengawal hingga PERDA tersebut disahkan, mengatakan, setelah PERDA MHA tersebut ditetapkan harus segera dilanjutkan dan diatur oleh peraturan gubernur.
“Saya berharap Peraturan Gubernur segera. Jangan sampai kelamaan peraturannya tidak dibuat juga karena kalau tidak dibuat peraturannya Perda MHA melalui SK Gubernur, ini tidak jalan. OPD leading sektor segera melaksanakan PERDA ini dengan sebaik-baiknya,” kata Wiwik.***

