PALU – DPRD Provinsi Sulteng menerima penyampaian aspirasi dari organisasi profesi kesehatan Provinsi Sulteng, di ruang sidang utama DPRD, Senin (08/05).
Penyampaian aspirasi yang dilakukan secara serempak seluruh Indonesia itu guna menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law.
Massa aksi diterima oleh Wakil Ketua III DPRD Sulteng Muharram Nurdin, Ketua Komisi IV Dr. Ir. Alimuddin Paada dan beberapa anggota DPRD seperti Faizal Lahadja, Aminullah BK, Nur Dg.Rahmatu, dan Elisa Bunga Allo.
Sedangkan pihak Organisasi Profesi Kesehatan dikoordinir oleh Dr. dr. Ketut Suaranya. Mereka tergabung dalam lima bidang profesi kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Dr. dr. Ketut Suaranya, menyampaikan 12 alasan yang mendasar mengapa RUU Kesehatan Omnibus Law harus ditolak, yakni, penyusunannya cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan partisipasi masyarakat sipil dan organisasi profesi kesehatan.
“RUU ini mengancam keselamatan rakyat dan juga hak rakyat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan dilayani oleh tenaga kesehatan yang tidak memiliki etik dan moral yang tinggi,” lanjutnya.
Selain itu, kata dia, RUU tersebut mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu dan manusiawi.
“RUU ini juga berpihak kepada investor dengan mengabaikan hak-hak masyarakat, hak-hak tenaga medis dan tenaga kesehatan dari perlindungan hukum dan keselamatan pasien,” ujarnya.
Selanjutnya, RUU itu juga dinilai dapat mempermudah mendatangkan tenaga kesehatan asing yang berpotensi mengancam keselamatan pasien. Pendidikan kedokteran untuk menciptakan tenaga kesehatan murah bagi industri kesehatan yang sejalan dengan masifnya investasi.
Sentralisme kewenangan menteri kesehatan yaitu kebijakan ditarik ke kementerian kesehatan tanpa melibatkan masyarakat, dan organisasi profesi kesehatan maka hal tersebut mencederai semangat reformasi.
Sarat kriminalisasi terhadap lembaga kesehatan dengan dimasukkan pidana penjara dan denda yang dinaikkan hingga tiga kali lipat.
Pelemahan peran dan independensi konsil kedokteran Indonesia dan konsil tenaga kesehatan Indonesia kini berada dan menjadi bertanggung jawab menteri bukan kepada presiden lagi. Kekurangan tenaga kesehatan dan permasalahan maladministrasi adalah merupakan kegagalan pemerintah bukanlah kesalahan organisasi profesi kesehatan.
RUU Kesehatan Omnibus Law hanya mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing tanpa memiliki kompetensi, keahlian dan kualifikasi yang jelas.
“RUU ini mengancam ketahanan bangsa serta mengkebiri peran organisasi profesi kesehatan yang telah hadir untuk rakyat,” tandasnya.
Menanggapi tuntutan tersebut, Muharram Nurdin, menyatakan bahwa pihaknya akan menyampaikan kepada ketua DPRD agar hal tersebut segera ditindaklanjuti.
Senada dengan itu, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Sulteng, Alimuddin Paada, menyampaikan bahwa hal tersebut secepatnya dikoordinasikan kepada para pihak terkait yakni pemerintah pusat dan juga kepada DPR RI. */RIFAY