PALU – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mendukung upaya PT Citra Palu Mineral (CPM) untuk membangun warga di sekitar area pertambangan.

Masyarakat lokal di wilayah lingkar tambang di Kelurahan Poboya dan sekitarnya di Kota Palu, Sulawesi Tengah adalah warga yang harus diprioritaskan oleh PT Citra Palu Mineral (CPM) untuk ditingkatkan kesejahteraannya.

Perusahaan pemilik kontrak karya yang sah menurut undang-undang tersebut, sudah dan tengah berupaya membangun prioritas itu melalui sejumlah program.

Kalangan dewan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), menilai, CPM sudah dalam upaya tersebut.  Apa yang tengah dilakukan memang tidak bisa sukses secara instan. Sebaliknya, upaya itu perlu dukungan banyak pihak.

“Sekitar 75 persen karyawan di CPM dari Sulawesi Tengah, di mana 55 persen berasal dari Poboya dan sekitarnya,” kata Wakil Presiden DPP Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Danel Lasimpo di Palu, Ahad (05/06).

Danel menilai, upaya CPM yang menginisiasi pembentukan koperasi juga ditujukan untuk masyarakat lingkar tambang. Upaya ini mutlak perlu mendapat dukungan semua pihak.

“Dengan adanya koperasi, mampu mengakomodir apa yang menjadi keinginan masyarakat sekitar tambang,” harap Danel dalam perbincangan via telepon.

Apa yang dilakukan CPM juga diamini anggota DPRD Kota Palu Abdurahim Nasar Al-Amri. Dia menilai, program CSR dilaksanakan secara berkelanjutan oleh CPM.

Dia mengaku, pernah mengunjungi CPM dan mendapatkan penjelaskan terkait program pendidikan yakni pemagangan. Hal ini juga bagian dari peningkatan kesejahteraan warga, melalui pendidikan.

“Mereka juga mempunyai program kesehatannya untuk masyarakat dan keluarga karyawan hingga penyuluhan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan bagi warga di ring satu dekat perusahaan serta program pemberdayaan masyarakat,” kata Abdurahim Nasar.

Terpisah, Manager External and Compliance PT CPM Amran Amier, menyatakan, pihaknya terus mengupayakan tata kelola perusahaan yang baik atau corporate governance (GCG) sesuai peraturan perundang-undangan. Perhatian terhadap masyarakat lokal adalah bagian pelaksanaan GCG itu.

Dia menjelaskan sejak awal aktivitas pertambangan CPM di Poboya telah melibatkan masyarakat lokal. Perusahaan telah melakukan sosialiasi terkait status lahan ddalam hal wilayah kontrak karya.

Kemudian di tahapan konstruksi, hampir sebagian besar tenaga kerja adalah masyarakat lokal di lingkar tambang.

Dia menjelaskan dari 100 persen tenaga kerja di CPM, sekitar 56 persen tenaga kerja di area ring satu berasal dari masyarakt lokal seperti Kelurahan Poboya, Lasoani, Tanamodindi, Talise, Talise Valangguni hingga Kawatuna.

“Untuk ring dua atau tenaga kerja dari Kota Palu mencapai 75 persen. Angka tenaga kerja mencapai 80-an persen untuk total tenaga kerja se Sulawesi Tengah,” ungkapnya.

Adapun kata dia, 20 persen sisanya merupakan tenaga kerja yang memiliki kapasitas yang tidak didapatkan di dalam wilayah Sulteng dan didatangkan dari beberapa wilayah di Indonesia.

Selain itu, terkait corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat lingkar tambang, CPM telah memiliki Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (RIPPM) yang disahkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESM).

Pertambangan Ilegal Meningkat

Di sisi lain, keduanya juga menyinggung adanya pertambangan ilegal di wilayah kerja kontrak karya CPM. Danel menegaskan CPM merupakan satu-satunya perusahaan pemilik kontrak karya yang sah menurut Undang-Undang. Sehingga kata dia, jika ada keberadaan pertambagan ilegal di area kontrak karya, harusnya dapat ditertibkan karena itu bentuk pelanggaran perundangan atau hukum.

“Kami berharap ada kebiakan pemerintah kota dan pemerintah provinsi untuk menertibkan pertambangan ilegal itu,” harapnya.

Terhadap tambang ilegal, Sekretaris Komisi C DPRD Kota Palu Abdurahim Nasar Al-Amri berjanji akan memastikan kembali apakah pertambangan di dalam kawasan PT CPM itu adalah tambang rakyat, atau tambang ilegal tanpa izin.

“Kita lihat dulu KTPnya, apakah benar warga Palu atau bukan. Kalau nantinya bukan warga Palu, artinya bukan tambang rakyat,” tegasnya.

Manager External and Compliance PT CPM Amran Amier, mengakui, pertambangan ilegal yang mengatasnamakan tambang rakyat dalam kawasan kontrak karya PT CPM, telah mengalami peningkatan beberapa bulan terakhir. Tercatat sekitar 250 truk melakukan aktivitas pengerukan material dengan 120 lokasi perendaman di dalam area CPM.

Bahkan, terjadi beberapa kali kecelakaan kerja yang menimpa para penambang itu. Karena aktivitas ilegal itu, menjadikan tidak ada pihak yang bisa bertanggung jawab terhadap warga yang mengalami kecelakaan.

“Tahun 2021, perusahaan pernah membayar sanksi ke negara, karena adanya tambag ilegal di dalam kawasan,” ungkapnya.

Dia menambahkan, salah satu solusi pemberdayaan masyarakat lingkar tambang dengan membentuk koperasi. Masyarakat yang tergabung dalam koperasi dapat mengolah material yang tidak sesuai dengan kriteria perusahaan.

“Perusahaan dapat bekerjasama dengan koperasi yang dibentuk masyarakat. Dan, material yang tidak lolos kriteria perusahaan, dapat diolah kembali oleh koperasi masyarakat,” katanya.

Dengan solusi itu, masyarakat tidak lagi menambang secara langsung, karena memiliki resiko yang sangat besar serta dapat menyebabkan kecelakaan kerja.

Amran juga berharap pemerintah setempat untuk mendukung dan menfasilitasi masyarakat lingkar tambang untuk segera membentuk koperasi. ***