DPRD Donggala Sindir Penggugat: Salah Alamat, dan Salah Isi

oleh -
Ketua Pansus Hak Angket TTG Pemerintah Kabupaten Donggala, Abdul Rasyid

DONGGALA – “Istilah salah alamat biasanya dikaitkan dengan upaya seseorang atau sekelompok orang ingin mencari apel tapi datang di kebun kelapa. Begitula pula dengan “salah isi” yang harusnya toples berisi kacang goyang tapi diisi dengan topu-topu.”

Demikian sindir Ketua Pansus Hak Angket DPRD Donggala terkait Kasus Teknologi Tepat Guna (TTG), Abdul Rasyid dalam tulisannya yang tersebar di media sosial, Rabu (28/7).

Tulisan ini tak lain menyindir sejumlah orang yang menggugat perdata class action kepada 30 Anggota DPRD Donggala, di Pengadilan Negeria Donggala, pada Selasa (27/7).

Menurutnya, inilah gambaran sederhana atas konsekuensi dari keinginan menggebu namun tidak disertai dengan pemahaman yang utuh. Sebagaimana halnya dengan situasi terkini, dimana ada sekelompok orang yang berupaya “menuduh” penggunaan Hak DPRD sebagai perbuatan melawan hukum, yang kemudian dengan gagahnya membawa cerita itu ke pengadilan negeri (gugatan perdata) dengan satu judul besar yaitu “class action”.

Rasyid mengutip pendapat Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Jimly, bahwa DPR hingga DPRD tidak bisa digugat secara perdata, karena DPR/DPRD bukan subyek hukum perdata maupun pidana. DPR/DPRD adalah subjek hukum tata negara sehingga secara institusi tidak bisa digugat. Apalagi DPR maupun DPRD adalah lembaga representatif perwakilan masyarakat. Makanya dalam UUD 1945 hingga UU Pemerintahan Daerah ada Hak Anggota DPR/DPRD yang diberikan salah satunya adalah Hak Imunitas (kekebalan hukum) di dalam menjalankan fungsi pengawasannya.

BACA JUGA :  Akademisi UIN: Dua Tahap Krusial Pencalonan Berpotensi Pelanggaran Administrasi

“Jadi dari sisi judul saja sudah tidak kena, apalagi alamat yang dituju menggunakan istilah Class Action. Apa sih cCass Action itu? Apakah tepat penggunan dan sasarannya?” imbuhnya.

Dia menjelaskan, class action adalah suatu gugatan perdata yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan, karena adanya kesamaan fakta dan dasar hukum antara satu orang atau lebih, yang mewakili kelompok dengan kelompok yang diwakili.

Menurutnya, dalam sejarah class action di negeri ini, semua telah diatur objeknya yaitu berkaitan dengan Lingkungan Hidup, Perlindungan Konsumen, dan hingga kehutanan. Yang semuanya berujung pada gugatan ganti rugi akibat perbuatan yang dilakukan oleh institusi bahkan negara jika ada pelanggaran tersebut.

BACA JUGA :  Penyidikan Kasus Penipuan dan Penggelapan Delivery Tower Mandek

“Nah disinilah bisa dilihat salah alamatnya gugatan yang mencoba menuduh DPRD telah melakukan pelanggaran hukum melalui gugatan Class Action,” ujar politisi PKS ini.

Kemudian selanjutnya, kata dia, mari dilihat isi yang menjadi cerita para kelompok penggugat membawa ke pengadilan negeri dengan judul Class Action. Yakni sejak kapan dokumen interpelasi dibawa ke APH? Apakah mereka tidak pernah mengikuti perkembangan atau memang ahistoris terhadap penggunaan Hak-Hak DPRD.

“Sungguh lucu dan jenaka karena Dokumen interpelasi bukanlah yang di bawa ke APH (polisi, kejaksaan hingga ke KPK) melainkan adalah hasil Rekomendasi Pansus TTG. Hasil rekomendasi Pansus TTG lah yang dibawa oleh DPRD ke semua level APH, bukan dokumen Interpelasi,” sindirnya lagi.

BACA JUGA :  Ada Program "Salah Kamar" Pansus Minta Penetapan APBD-P 2024 Ditunda

Di akhir tulisannya, dia mengganggap ini hanyalah bumbu-bumbu cerita demokrasi di negeri ini, dan semua bebas berpendapat apa saja dan menggugat siapa saja. “

Yang penting kita semua tetap tersenyum bahagia. Hindari para penunggang kepentingan yang merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

“Sudah saatnya kita siuman dan mengembalikan akal sehat pada tempatnya,” tutupnya.

Baca juga berita terkait:http://Warga Donggala Gugat 30 Anggota DPRD

Rep: NANANG