PALU – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar workshop peluang pendanaan ekologis untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Sulteng, di salah satu hotel, di Kota Palu, Kamis (10/11).
Workshop tersebut secara detail membahas bagaimana penerapan skema Ecological Fiscal Transfer (EFT) atau transfer fiskal berbasis ekologis dalam pengelolaan lingkungan hidup di Sulteng.
Narasumber yang dihadirkan adalah Dr Joko Tri Haryanto dari Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI yang membawakan materi tentang kebijakan fiskal berbasis ekologi di Indonesia dan peluang implementasinya di daerah.
Kemudian Kepala DLH Sigi, Mohammad Afit Lamakarate menyampaikan best practice implementasi Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE) di Kabupaten Sigi. Kedua narasumber ini hadir secara daring.
Narasumber lain yang hadir secara langsung adalah Anggota Komisi III DPRD Sulteng, Muhaimin Yunus Hadi yang menyampaikan gambaran umum kondisi keuangan Provinsi Sulteng terkait penganggaran tahun 2023 dan akademisi Untad, Moh Ahlis Djirimu.
Sementara pesertanya sendiri berasal dari Bappeda Provinsi Sulteng, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Biro Hukum Provinsi Sulawesi Tengah, Akademisi Universitas Tadulako selaku Tim Asistensi Pemprov, NGO/LSM Pemerhati Lingkungan serta utusan Bappeda dan DLH 13 kabupaten/kota di Sulteng.
Kepala DLH Sulteng, M Sadly Lesnusa, mengatakan, kegiatan tersebut adalah bagian dari upaya mendukung terwujudnya visi pembangunan Sulteng tahun 2021-2026 dan tercapainya visi ke-6 Gubernur Sulteng yakni Menjaga Harmonisasi Manusia dan Alam, Antar Sesama Manusia sebagai Wujud Pembangunan Berkelanjutan.
“Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan sekaligus membangun kesamaan persepsi kita tentang EFT serta menjadi komitmen penerapan skema EFT di kabupaten/kota,” katanya.
Ia mengatakan, karena Sulteng adalah tujuan investasi, maka menjadi tantangan tersendiri untuk mengelola dan melindungi lingkungan hidup sehingga EFT pun harus berkelanjutan dan bisa diterapkan di seluruh kabupaten/kota.
Di Sulteng sendiri, kata dia, sudah ada dua kabupaten yang telah menerapkan skema tersebut, yakni Kabupaten Sigi dan Tolitoli.
“Sigi ini sudah memasuki tahun ketiga. Kita berharap, ini menjadi motivasi semua kabupaten yang ada untuk meningkatkan kinerja lingkungan hidup,” harapnya.
Ia juga berharap, setelah kegiatan ini, maka perlu upaya advokasi sehingga skema yang dimaksud dapat terimplementasi di seluruh kabupaten/kota di Sulteng.
Sementara itu, Sekretaris DLH Provinsi Sulteng, Wahid Irawan, mengatakan, workshop tersebut adalah bagian dari persiapan untuk mendorong percepatan penerapan skema EFT di Sulteng.
“EFT ini adalah salah satu instrumen pembiayaan perubahan iklim di Indonesia. Pembiayaan berupa transfer fiskal pemerintah pusat ke daerah yang mempertimbangkan aspek atau indikator lingkungan,” jelas Wahid.
Ia juga menyampaikan beberapa skema EFT tersebut, yaitu Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi (TANE), Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE) dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE).
“Skema tersebut merupakan transfer fiscal dari pemerintah yang lebih tinggi (nasional, provinsi, dan kabupaten-/kota) kepada pemerintah di bawahnya (provinsi, kabupaten/kota, dan desa) berdasarkan kinerja dalam perlindungan dan pengelolaan kehutanan dan lingkungan hidup,” kata mantan Kabag Persidangan dan Risalah DPRD Provinsi Sulteng itu
Kegiatan yang berlangsung selama sehari itu juga mendapat banyak tanggapan dan respon dari peserta, di antaranya dari akademisi Untad yang juga Ketua Tim KLHS, Dr Mohd Nur Sangadji.
Ia berharap, upaya pengelolaan lingkungan tidak hanya berharap adanya pembiayaan, namun sejalan dengan itu adalah bagaimana memperbaiki tata kelola lingkungan.
Peserta lainnya, yakni Kepala DLH Kabupaten Morowali, Elyta Gawi, mengakui, kehadiran kawasan industri di hampir semua kecamatan di Morowali telah memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional.
“Morowali menyumbang Rp64 triliun capaian investasi. Ini sudah melampaui target,” katanya.
Namun, kata dia, di saat yang bersamaan, kerusakan lingkungan di daerahnya juga sudah sangat parah. Bencana alam berupa banjir juga sering terjadi akibat aktivitas pertambangan.
“Selain itu juga telah terjadi alihfungsi lahan yang menyebabkan cadangan pangan berkurang. Produksi sampah mencapai 80 ton per hari,” ungkapnya.
Untuk itu, ia pun mempertanyakan bagaimana peluang Kabupaten Morowali untuk mendapatkan pendanaan dari skema EFT tersebut, mengingat kontribusi Morowali juga sangat besar di bidang investasi.
Workshop tersebut diakhiri dengan pembahasan rencana tindaklanjut. (RIFAY)