PALU – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu bersama Inspektur Tambang, Selasa (10/06), meninjau lokasi longsor di tambang emas Kelurahan Poboya yang menewaskan dua penambang ilegal belum lama ini.
Lokasi yang ditinjau adalah Kijang 30, masih dalam wilayah konsesi PT Citra Palu Minerals (CPM), selaku pemegang kontrak karya (KK) pertambangan emas di wilayah tersebut.
Kepala DLH Kota Palu, Moh Arit Lamakarate, kepada media ini, Rabu (11/06), mengatakan, peninjauan dilakukan untuk memastikan bahwa betul ada kejadian (penambang tertimbun) longsor di Kijang 30.
“Ternyata memang benar kejadian itu. Kejadiannya di lokasi tambang yang masih masuk dalam area konsesi CPM,” kata Arit Lamakarate.
Fakta di lapangan, pihaknya menemukan banyak penambang yang beraktivitas di wilayah tersebut. Mereka adalah orang-orang lokal yang bukan merupakan bagian dari CPM.
“Lebih dari puluhan orang kami dapat. Kita lihat mereka adalah orang-orang lokal yang menambang tidak sesuai dengan standar, mereka menggali di tebing-tebing,” ungkapnya.
Menurut Arif, dari kondisi yang ada, pihaknya melihat longsor tersebut disebabkan model pertambangan yang tidak aman. Cara menambang mereka tidak sesuai.
“Ada yang menggali di atas tebing, ada juga yang di bagian bawah. Jadi kalau longsor jelas kena,” ujarnya.
Menurutnya, para penambang tersebut sudah berkali-kali dilarang, namun tetap tidak mau menghentikan aktivitas tersebut.
Pihaknya sudah menyampaikan kepada pihak CPM agar bisa mewanti-wanti para penambang tersebut.
“Ternyata memang pihak CPM sudah menyampaikan, sudah dilaporkan juga ke aparat, tapi tidak ada juga tindakan, ya mereka (CPM) bisa apa juga,” katanya.
Di lokasi peninjauan, DLH juga sudah memberikan imbauan kepada para penambang agar tidak melakukan aktivitas penambangan yang tidak sesuai itu. Pihaknya juga berencana memasang papan peringatan di lokasi tersebut.
“Makanya kemarin kita mengajak Inspektur Tambang naik sama-sama dan membicarakan bagaimana solusinya, paling tidak mengimbau saja untuk tidak melakukan penambangan liar. Ya dikatakan penambangan liar tapi dalam kawasan, dibilang di luar kawasan juga tidak. Di dalam kawasan tapi punya orang,” tambahnya.
Ia berharap kepada masyarakat agar bisa mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut dan bisa memahami resiko dari cara menambang yang tidak sesuai standar tersebut. Sebab, kata dia, kejadian serupa bukan baru kali ini, tapi sudah ada beberapa kejadian yang sama sebelum-sebelumnya.
“Nanti ini jadi pelajaran juga buat teman-teman di CPM. Mungkin kemudian bisa juga mengajak mereka untuk bekerja sama. Seperti di ANTAM. Jadi masyarakat itu sudah disiapkan bongkahannya, mereka yang olah, nanti hasilnya ke CPM,” ujarnya.
Nantinya, kata dia, pihaknya akan mengundang DLH provinsi bersama kementerian terkait untuk membahas alternatif-alternatif bagi para penambang tersebut.
Terpisah, Koordinator Inspektur Tambang Sulteng, Muhammad Saleh, mengaku bahwa pihaknya juga ikut dalam peninjauan tersebut.
Namun, kata dia, pihaknya belum bisa memberikan kesimpulan dari hasil peninjauan, sebab akan ada pertemuan yang akan dilakukan selanjutnya.
“Kemarin kami diundang DLH Kota Palu untuk meninjau ke sana. Kalau dari kami belum ada kesimpulan, karena ini baru peninjauan awal, masih akan ada pertemuan selanjutnya,” singkatnya.
Sebelumnya, Selasa 3 Juni 2025 pagi, dua penambang tanpa izin dilaporkan tewas tertimbun longsor di kawasan konsesi PT CPM.
Kedua korban diketahui berasal dari luar Kota Palu. Satu orang merupakan warga Palolo, Kabupaten Sigi, yang meninggal di tempat kejadian.
Korban lainnya berasal dari Gorontalo dan dinyatakan meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Reporter : Hamid
Editor : Rifay