PALU – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI telah memetakan sejumlah potensi permasalahan yang akan terjadi pada tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 mendatang.
Pemilu 2024 dinilai memiliki masalah yang lebih kompleks dari pemilu-pemilu sebelumnya.
Anggota DKPP RI, Dr Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan, Pemilu 2024 tentunya akan berbeda dengan 2019, karena akan menyelenggarakan dua event penting di tahun yang bersamaan.
Ia mengatakan pada Rabu, 14 Februari 2024 akan berlangsung pemilu legislatif (pileg). Secara nasional akan ada 580 kursi di DPR RI, di mana ada ketambahan lima kursi dari sebelumnya.
“Secara otomatis mempengaruhi jumlah kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang tadinya hanya 148 kursi. Karena ditambah dengan Daerah Otonom Baru (DOB), yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan,” ujar Ratna Dewi saat menjadi narasumber Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif, IKP, Potensi Netralitas Penyelenggara Pemilu Tahun 2024 yang digelar Bawaslu Provinsi Sulteng, di salah satu hotel, di Kota Palu, Rabu (25/01).
Selanjutnya, kata dia, akan ada pengisian 2.207 kursi DPRD provinsi se Indonesia, 17.610 serta kursi DPRD kabupaten/kota.
Di tanggal yang sama, lanjut dia, juga ada pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2024 – 2029.
“Jadi pemilu lima kotak suara dengan lima surat suara akan tetap terulang pada tanggal 14 Februari 2024 nanti,” kata mantan Anggota Bawaslu RI itu.
Meskipun dinamika akan berbeda, kata dia, namun permasalahan yang pernah terjadi di pemilu 2019 juga tidak akan terlalu jauh berbeda dengan di 2024 nanti.
“Soal problem teknis, keterbatasan waktu, partisipasi penyelenggara, problematikanya pasti tidak akan terlalu jauh,” katanya.
Ratna Dewi pun menyampaikan permasalahan di Pemilu 2019 yang kemungkinan akan terulang kembali pada Pemilu 2024, seperti, pemutakhiran data pemilih, perbedaan pandangan mengenai calon mantan terpidana korupsi dan kompleksitas pengadaan dan distribusi logistic.
“Selain itu beban kerja KPPS saat penghitungan suara di TPS serta penyelesaian masalah melalui banyak lembaga. Jadi antisipasi untuk tidak terulang lagi masalah yang sama tentu sudah harus dilakukan sejak saat ini,” ujarnya.
Masih di tahun yang sama, kata dia, tepatnya di hari Rabu, 27 November 2024 juga akan berlangsung pemilihan kepala daerah secara serentak. Di Indonesia sendiri kata dia, ada 36 gubernur dan wakil gubernur ditambah Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, minus DI Yogjakarta. Kemdudian 415 bupati dan wakil bupati serta 93 wali kota dan wakil wali kota.
Khusus wilayah Sulteng sendiri, akan ada pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 12 bupati dan wakil bupati serta satu wali kota dan wakil wali kota.
Di tahun 2023 ini, kepala daerah yang sudah berakhir masa jabatannya adalah Kabupaten Buol, Bangkep, Parigi Moutong, Morowali, dan Donggala.
Sementara yang akan berahir Tahun 2024 adalah Gubernur, sembilan bupati (Poso, Tojo Una-Una, Banggai, Balut, Morut, Sigi, Buol, Tolitoli) serta Wali Kota Palu.
“Yang sampai hari ini masih menjadi diskusi adalah dengan terbitnya undang-undang tentang IKN. Bagaimana status DKI terkait dengan empat kota dan satu kabupaten di sana yang selama ini tidak pernah diselenggarakan pemilihan. Bagaimana mengisi wali kota dan bupatinya, karena selama ini dilakukan dengan proses dan tata cara yang berbeda dengan daerah lain, atau tidak melalui pemilihan secara langsung,” tuturnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, jumlah partai politik peserta Pemilu Tahun 2024 juga lebih banyak dari Pemilu 2019. Hal ini, kata dia, akan menjadikan pemilu 2024 sangat rumit, berat, dan memiliki kompleksitas permasalahan yang besar dari aspek tehnis penyelenggaraan tahapan, pengawasan dan kontestasi.
Tak hanya itu, sebanyak 271 kepala daerah hasil Pemilihan Tahun 2017 dan 2018 (24 Pilgub, 133 Pilbup, dan 114 Pilwakot) akan berkahir masa jabatannya sebelum Pemilu 2024 dan pemerintahan daerah akan dipimpin oleh seorang penjabat.
”Kondisi ini tentu berpotensi meningkatkan persaingan antar kandidat,” jelasnya. (RIFAY)