PALU – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjumpai sejumlah perwakilan media massa di Kota Palu dalam rangka membicarakan perihal etika penyelenggara Pemilu.
Kegiatan yang dikemas dalam tema “Ngetren Media: Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media” itu berlangsung di salah satu hotel, di Kota Palu, Senin (16/11), dihadiri narasumber anggota DKPP, Didik Supriyanto, Tim Pemeriksa Daerah (TPD) DKPP, Dr Muhammad Tavip dan Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu, Yardin Hasan.
Dalam kegiatan tersebut, DKPP mengajak media untuk ikut berperan memantau dan mengawasi kinerja penyelenggara Pemilu, dalam hal ini Bawaslu dan KPU, agar tidak terjerat dalam pelanggaran kode etik.
Hal ini juga sehubungan dengan banyaknya penyelenggara Pemilu di Sulteng yang diberhentikan tetap oleh DKPP, karena melanggar kode etik.
Tim Asistensi DKPP, Muhammad Saihu yang bertindak sebagai moderator dalam kegiatan tersebut, mengatakan, khusus Sulteng sendiri dalam sembilan tahun terakhir, DKPP telah memproses sebanyak 225 teradu, dalam hal ini penyelenggara Pemilu.
“Dari 225 orang itu, 22 orang telah diberhentikan tetap, termasuk 6 orang yang diberhentikan tetap tahun 2020 ini,” tuturnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, secara nasional, dalam sembilan tahun terakhir, DKPP telah memberhentikan tetap sebanyak 652 penyelenggara, dari total 6831 orang yang diadukan.
“Mereka yang diberhentikan tetap itu karena melanggar kode etik. Ada juga yang tidak terbukti dan direhabititasi namanya,” tuturnya.
Ia menambahkan, dalam hal ini, posisi media atau wartawan bisa melakukan aduan. Sebagaimana halnya di provinsi lain, laporan dari wartawan cukup efektif dan sudah banyak yang diproses atau disidangkan oleh DKPP.
Sementara itu, Anggota DKPP, Didik Supriyanto, mengatakan, fungsi media hampir sama dengan DKPP, dalam hal ini mengontrol dan mengawasi kinerja penyelenggara Pemilu.
“Tapi dalam hal ini, DKPP lebih fokus pada mengontrol penyelenggara pemilu yang terlibat pelanggaran kode etik. Namun di sini, kinerja DKPP juga pasif, hanya jika aduan saja baru memproses,” katanya.
Apa yang disampaikan media, lanjut mantan jurnalis itu, bisa menjadi alat kontrol di masyarakat untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran kode etik oleh penyelenggara Pemilu.
Ia mencontohkan Pilkada serentak tahun ini yang juga dibarengi dengan adanya pandemi Covid-19. Dalam hal ini, kata dia, setidaknya media bisa terus melakukan kontrol atau mengingatkan penyelenggara untuk menaati protokol kesehatan.
Di tempat yang sama, Tim Pemeriksa Daerah (TPD) DKPP, Dr Muhammad Tavip menyinggung perihal sedikitnya kasus Pemilu 2019 lalu di Sulteng yang sampai berperkara ke DKPP.
Kata dia, sedikitnya laporan yang sedikit itu, tidak menjamin bahwa penyelenggara di Sulteng sudah menegakkan kode etik dengan benar. Demikian sebaliknya, banyaknya laporan ke DKPP juga bukan mengartikan buruknya kinerja penyelenggara.
Seharusnya, kata dia, bukan hanya itu kasus dari Sulteng yang diproses oleh DKPP. Ia mencontohkan adanya TPS di sebuah ruko yang di dalamnya justru terdapat CCTV yang memantau langsung bilik suara.
Padahal, kata dia, hal itu juga bisa mengartikan kurangnya profesionalitas penyelenggara yang bisa diadukan ke DKPP.
Pada kesempatan itu, pembicara terakhir, Sekretaris AJI Palu, Yardin Hasan mengingatkan kepada media agar tidak terjebak dengan upaya glorifikasi yang dilakukan kandidat tertentu.
“Paling tidak, jika memang kita jurnalis harus terikat dengan kepentingan pemilik media tempat kita bekerja, maka selemah-lemahnya iman adalah kita tidak ikut-ikutan terjebak dengan keinginan kandidat untuk ikut mempengaruhi masyarakat dengan memberitakan yang tidak sesuai fakta yang sebenarnya,” ujarnya.
Reporter : Faldi
Editor : Rifay