Divonis 5 Bulan Penjara, Warga Kabuyu Akan Tetap Melawan Perusahaan Sawit

oleh -

Pasangkayu- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasangkayu, Sulawesi Barat menjatuhkan vonis lima bulan penjara terhadap Dedi (30), salah satu warga Kabuyu yang dilaporkan oleh perusahaan perkebunan sawit PT Mamuang, anak perusahaan Astra Group, Kamis (8/9) pekan kemarin.

Sebelumnya Dedi ditangkap bersama empat petani lainnya setelah mendapatkan panggilan kedua dari pihak Kepolisian Sektor Pasangkayu atas kasus dugaan tindak pidana pengancaman sebagaimana dimaksud dalam pasal 335 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

Penasihat Hukum Aliansi Masyarakat Kabuyu, Putri, menerangkan, konflik tenurial antara masyarakat Kabuyu dan PT Mamuang telah barlangsung lama, terhitung sejak 2003. Hingga saat ini masyarakat Kabuyu terus berjuang mempertahankan wilayah kelola mereka yang dirampas dan digusur secara sepihak oleh perusahaan.

Sejak masuknya PT Mamuang di wilayah mereka pada 1991, kehidupan serta pranata sosial masyarakat Kabuyu telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Namun dengan kehadirannya PT Mamuang, mereka hanya diperbolehkan mengelola lahan sempit di bantaran sungai Pasangkayu.

“Kalau dilihat dari kacamata hukum, perbuatan Dedi dianggap memenuhi unsur tindak pidana pengancaman, tapi seharusnya pihak aparat kepolisian di awal tidak boleh terus menerus melakukan pendekatan pidana terhadap kasus-kasus konflik tenurial begini.  Dedi bersama warga Kabuyu tetaplah ‘korban’ kriminalisasi dari korporasi sawit,” kata Putri, kepada MAL, Ahad( (11/9).

BACA JUGA :  Putusan Majelis Hakim Tolak Gugatan PT KLS Terhadap Petani Toili

Putri menegaskan, jadi vonis yang dijatuhkan tidak akan menggeser spirit perjuangan masyarakat, dan mereka selaku penasihat hukum akan terus berkomitmen mendampingi hak-hak dari kepentingan masyarakat yang terdzolimi akibat praktik buruk ekspansi korporasi sawit.

Dipidanakannya Dedi warga Kabuyu, kata Putri, manambah deretan kasus kejahatan terhadap petani oleh perusahaan Astra Group di sektor perkebunan sawit di Sulawesi Tengah (Sulteng) maupun di Sulawesi Barat (Sulbar). Konflik yang berkepanjangan ini sangat kronis dan tidak ada titik penyelesaian, justru selalu berakhir dengan pendekatan pemidanaan terhadap petani.

“Sangat ironis ketika ruang produksi rakyat yang telah mereka pertahankan dianggap sebuah tindakan kriminal oleh pihak perusahaan dan aparat kepolisian,” Imbuhnya.

Menurutnya, Astra Group melalui anak-anak perusahaannya bukan kali pertama melakukan praktik buruk dalam menjalankan bisnisnya, di perusahaan yang sama PT Mamuang juga pernah memindanakan Hemsi petani asal Lalundu, Kecamatan Rio Pakava, yang juga berkonflik dengan perusahaan sejak 2006 hingga saat ini.

BACA JUGA :  Terdakwa Sabu 15 Kilogram Dituntut Hukuman Mati

Hemsi yang secara kepemilikan hak atas tanahnya dipaksa harus melalui perjuangan panjang, terhitung Hemsi telah tiga kali dijebloskan dalam penjara atas tuduhan mencuri oleh pihak PT Mamuang. Namun itu semua tidak menjadi hambatan atau melemahkan Hemsi dengan petani lainnya dalam perjuangan

Menurut Putri lagi, Astra Group melakukan kejahatan HAM dan juga perampasan wilayah kelola rakyat tidak hanya di wilayah Sulbar namun juga melakukan prkatik buruknya di wilayah Sulteng seperti anak perusahaannya PT Agro Nusa Abadi yang selama 16 tahun beroperasi di wilayah Kabupaten Morowali Utara (Morut) tidak mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU).

Seperti dialami oleh petani asal Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morut yang juga dipidanakan oleh anak perusahaan Astra Agro Lestari yakni PT Agro Nusa Abadi, dua petani tersebut adalah Gusman dan adiknya Sudirman yang dituduh juga mencuri oleh perusahaan.

Atas tuduhan perusahaan tersebut Gusman dijatuhi hukuman 2 tahun penjara dan Sudi dijatuhi hukuman 6 bulan penjara. Padahal diketahui bahwa PT Agro Nusa Abadi sudah 16 tahun beroperasi tanpa memiliki Hak Guna Usaha (HGU), dimana perusahaan ini hanya mengantongi Izin Lokasi yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Morut.

BACA JUGA :  Kapolsek Mantikulore: Hasil Curanmor untuk Narkoba Dan Judi Online

PT ANA dianggap telah mencaplok luasan atas inlok yang diberikan seluas 19.675 ha, yang didalamnya mencaplok lahan petani seluas 5000 ha.

Atas hal tersebut Walhi Sulteng melalui Pengakampanyenya Aulia Hakim menegaskan “praktik buruk yang dilakukan oleh perusahaan sawit Astra Agro Lestari di Sulteng dan Sulbar merupakan kejahatan yang dirawat oleh negara terus menerus dan sangat merugikan masyarakat. Negara melalui seluruh kebijakannya kemudian ditungangi oleh kepentingan korporasi melakukan pemiskinan secara besar-besaran khususnya wilayah lingkar sawit di Sulteng dan Sulbar.

“Wilayah kelola rakyat yang telah mereka jaga serta telah menjadi sandaran ekonominya di lengserkan dengan dalih kebijakan negara hanya untuk semata-mata kepentingan korporasi,” kata Aulia dalam keterangan tertulis diterima MAL Online Senin (12/9).

“Hal ini tidak boleh terus menerus terjadi, Astra harus segera menghentikan aktifitasnya yang merugikan masyarakat Dan pemerintah harus berani menindak tegas atas kejahatan yang dibuat oleh Astra,” tegas Aulia. (Ikram)