BALUT – Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Banggai Laut (Balut) berencana membangun museum tematik daerah yang akan menggunakan Kantor Disparbud saat ini.
Rencana tersebut tertuang dalam dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kabupaten Balut, Kamis (12/01).
Dalam dokumen PPKD, pembuatan museum menjadi rekomendasi atas permasalahan dari banyaknya cagar budaya yang tidak terawat, dan masih ada pula yang dijadikan koleksi oleh masyarakat.
“Museum akan diusulkan bulan satu atau dua ini. Lokasi museum nantinya di kantor in. Kalau museumnya sudah diresmikan, pelan-pelan kita kumpulkan benda-benda bersejarah,” ujar Hastia Piyama, Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Disparbud Balut.
Hastia mengatakan, dari 12 kabupaten yang ada di Sulteng, Balut adalah kabupaten yang paling sedikit mengusulkan jumlah cagar budayanya. Sementara Kabupaten tetangga, Banggai Kepulauan (Bangkep) sudah mengusulkan 51 cagar budaya.
Karenanya, kata dia, dalam dokumen PPKD, tim penyusun mencoba mengusulkan sebanyak mungkin cagar budaya benda dan cagar budaya tak benda.
“Semua yang ada dalam PPKD akan kita ajukan sebagai cagar budaya. Walau paling sedikit (yang sudah diusulkan), kita sudah 3 yang terdaftar dan diakui tingkat provinsi. Sedangkan Bangkep baru diakui di tingkat kabupaten, namun mereka punya tim Ahli Cagar Budaya (ACB) dan sudah diakui tim ACB. Itu keuntungannya mereka, Bangkep itu sudah punya tiga tim ACB,” ujarnya.
Idealnya, kata dia, tiap kabupaten harus memiliki Tim ACB minimal dua orang. Pihaknya merencanakan sudah memiliki tim tersebut di tahun 2023 ini.
“Nanti kami akan menghadap Bupati, karena penganggarannya itu dari daerah. Jadi ketika kita tahu jika di sini ada peninggalan sejarah atau cagar budaya, nanti akan dinilai apakah layak atau tidak. Tim itulah (ACB) yang harus turun survey,” imbuh Hastia.
Dalam dokumen PPKD yang disusun sepanjang Desember 2022, terdapat 11 Objek Pemajuan Daerah, yakni Manuskrip, Ritus, Tradisi Lisan, Adat Istiadat, Pengetahuan Tradisional, Teknologi Tradisional, Seni, Bahasa, Permainan Rakyat, Olahraga Tradisional, dan Cagar Budaya.
Masing-masing objek memiliki beberapa situs seperti tulisan Lafaz Allah, Tanda Kaki, dan Tanda Telapak Tangan, untuk manuskrip.
Sementara yang termasuk dalam objek Ritus yaitu Sunatan, Mansadai (lamaran), mansai (Adat sakral yang harus dilakukan oleh kedua pihak keluarga laki-laki dan perempuan untuk membicarakan mas kawin si gadis dan waktu dilangsungkannya pelaksanaan perkawinan), dan Mangontokan Salapa (Pengantaran Harta), Osoan (Pernikahan).
Selanjutnya, Moloilang (Pengantin Laki-laki menaikan pengantin perempuan di rumah laki-laki setelah beberapa hari pesta pernikahan), Makanggi Pakayap (Pemegang adat untuk memanggil roh leluhur), dan Mongkubai Sisikan (Membuat Gantungan dodomi/Plasenta).
Tradisi lisan berupa syair-syair yang berisi pesan dan nasihat dengan waktu pelaksanaan berbeda, di antaranya Balele (tentang kejadian Banggai pada masa lampau pada acara tertentu), Baode (acara perkawinan, khitanan, syukuran), banunut (mendongeng), Sulat (Syair yang disusun secara rapi, teratur), dan Bakidung (Syair tentang Kehidupan dialam Dunia).
“Untuk adat istiadat, ada Malabot Tumbe, Mabangun Tunggul (Upacara mendirikan bendera adat), Sasampe/Mandadaba Lulul (Penyerahan hasil panen ubi banggai), Bapidok (Hubungan Manusia dan alam), Bapakuli Kampung, Upacara Adat Batong, Upacara Adat Lipu Lalo, dan Malabukon Tomundo,” katanya.
Sementara untuk pengetahuan tradisional terdiri dari alam flora, alam fauna, gerak pada tubuh, ruang dan waktu (penempatan kamar tidur tidak bisa berhadapan ke pintu masuk dan ketika hendak berpergian harus memperhatikan waktu yang tepat atau yang biasa dikenal dengan istilah kutika), serta zat dan bahan mentah.
Sementara itu, Pamong Budaya Disparbud Balut, Hardan AT Mondika, menerangkan, ada 17 cagar budaya yang masuk dalam dokumen PPKD, satu di antaranya sudah teregistrasi secara nasional, dan tiga lainnya masih di level provinsi.
“Keraton (bekas istana Raja Banggai), Kantor Raja (Gedung DISPARBUD saat ini), Meja Raja (Meja kerja/meja rapat), Makam Raja Maulana Prince Mandapar, Makam Hasan Tandu Alamsyah (Tandu Alang), Makam Imam Sya’ban, Pedang Pusaka 2 buah, Batu Peti, Gua Tokubet, Sumur Paisu Ternate, Batu Gajah, Batu Kapal, Malabuk Tomundo, Batu Tapak Tangan, SarkoPagus, Gua Pangaan, dan Batu Payung,” terang Hardan.
Terkait Balut yang belum memiliki tim ACB, Hardan selaku Pamong Budaya langsung mengirim data, dengan deskripsi objek dan dinilai oleh tim ahli.
“Jadi hanya kirim file, termasuk foto-foto. Itu yang bikin kesusahan, karena tim ahlinya ada 10 dan rata-rata dosen, jadi kami kumpul dulu (penilaian) dari 10 orang itu, itu yang bikin lama. Karena kalau cuman 5 atau enam orang yang mengumpulkan (penilaian), tidak diakui. Gubernur tidak mau kasih SK penetapan, kalau tidak mengumpulkan dokumen penilaian dari 10 orang itu,” tutup Hardan.
Reporter : Iker
Editor : Rifay