PALU – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Donggala, M. Ilham Yunus menegaskan pentingnya peran pemerintah desa dalam memastikan tata kelola perlindungan pekerja migran berjalan sesuai aturan dan prosedur. Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan Pelatihan Migrasi Aman yang difasilitasi oleh Lakpesdam PBNU di salah satu hotel di Kota Palu, Selasa (25/11) pagi. Kegiatan tersebut dihadiri oleh sejumlah kepala desa yang merupakan desa binaan dari Program Perlindungan Pekerja Migran.
Dalam penyampaiannya, Ilham menekankan bahwa pemerintah desa harus memiliki data mengenai warganya yang akan bekerja di luar negeri dan memastikan tidak terjadi keberangkatan secara nonprosedural. Menurutnya, pendataan yang benar, verifikasi administrasi, serta pendampingan adalah fondasi utama perlindungan.
“Jika calon pekerja adalah istri maka harus ada persetujuan suami. Jika dia anak, maka harus ada persetujuan orang tua. Apabila orang tua telah tiada, harus ada persetujuan wali yang diverifikasi dan diketahui oleh pemerintah desa,” ujarnya.
Ia menambahkan, pelindungan tidak berhenti pada proses sebelum keberangkatan, tetapi juga harus diberikan selama bekerja hingga kembali ke daerah asal. Menurut dia, seringkali calon pekerja migran hanya diperhatikan saat proses pemberkasan. Padahal dukungan harus berkelanjutan.
“Beberapa waktu lalu kami telah melaksanakan pelatihan tata boga bagi keluarga PMI dan PMI purna sebagai bentuk pemberdayaan,” kata Ilham.
Ia juga menekankan bahwa hanya lembaga resmi seperti BP3MI, perusahaan penempatan pekerja migran, atau pihak yang memiliki izin sesuai regulasi yang berhak memberangkatkan pekerja migran. Calon pekerja migran juga memiliki hak untuk mendapatkan informasi resmi mengenai pasar kerja luar negeri melalui kegiatan job fair serta pendampingan kontrak kerja.
Saat ini, katanya, peluang kerja luar negeri semakin terbuka, seperti di Jepang untuk sektor pengemudi, perhotelan, tenaga kesehatan, dan konstruksi. Namun setiap calon pekerja wajib memiliki keterampilan dan sertifikat kompetensi sesuai standar negara tujuan.
Sementara itu, Wakil Ketua Lakpesdam PWNU Sulawesi Tengah, Adzis Sirajuddin, dalam kesempatan yang sama menegaskan bahwa migrasi ilegal menjadi akar berbagai persoalan pekerja migran Indonesia di luar negeri.
“Sebagian besar kasus kekerasan dan eksploitasi dialami pekerja yang berangkat secara ilegal dan nonprosedural,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, terdapat kasus anak-anak menjadi pekerja migran secara ilegal, bahkan ada yang lahir di luar negeri tanpa dokumen resmi. Kondisi ini, menurutnya, sudah mengarah pada praktik perdagangan orang.
“Pekerja migran rentan menjadi korban eksploitasi, dan ini harus menjadi perhatian bersama. Deportasi terhadap PMI yang berangkat secara ilegal juga semakin sering terjadi, dan mereka umumnya mengalami kondisi kerja yang buruk,” tandasnya.

