PARIMO – Wakil Bupati Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Badrun Nggai mempertanyakan landasan regulasi rapid tes anti-gen berbayar terhadap Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang mengikuti tahapan seleksi oleh Dinas Kesehatan setempat.
Bahkan penetapan tarif tersebut, tanpa melakukan pemberitahuan kepada kepala daerah.
“Apa regulasinya? Kalau tidak ada, itu artinya pungutan liar. Saya sudah menginstruksikan kjepada Sekretaris kabupaten (Sekkab) untuk mengundang pihak Dinkes agar mengklarifikasi kebijakan tersebut,” ungkapnya saat ditemui, Senin (11/10).
Ia menuturkan, kebijakan tes anti-gen berbayar oleh Dinkes tidak boleh beralasan pungutan itu digunakan untuk insentif petugas kesehatan.
Menurut dia, daerah telah menganggarkan dana insentif tenaga kesehatan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam rangka penanganan Covid-19. Selain itu, kalaupun pungutan itu legal harusnya di masukkan ke dalam kas daerah, bukan dikelola secara internal instansi.
“Saya akan berkoordinasi dengan Inspektorat, menindaklanjuti sekaligus pemeriksaan. Karena informasi ini telah diketahui aparat penegak hukum,” ucapannya.
Kepala Inspektur Inspektorat Parimo, Adrudin Nur mengatakan, pihaknya segera membentuk tim sekaligus menjadwalkan memeriksa Kepala Dinkes dalam rangka klarifikasi atas kebijakan tes anti-gen berbayar.
Kebijakan tersebut membebankan peserta tes kompetensi dasar sebesar Rp100 ribu per orang dari 1.200 peserta CPNS di kabupaten tersebut, yang mana alat rapid tes anti-gen itu merupakan hibah dari Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah.
“Pemanggilan Kepala Dinkes kami rencanakan pekan ini, karena kami masih membentuk tim pemeriksa,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Ombudsman RI perwakilan Sulawesi Tengah, Sofyan Farid Lembah mengatakan, kebijakan diterapkan Dinkes setempat tidak dibenarkan dan melanggar kode etik, karena barang bantuan tidak boleh diberlakukan untuk kegiatan berbayar, kecuali alat yang digunakan adalah pengadaan langsung instansi terkait.
Dirinya mencontohkan, pemerintah Kota Palu misalnya, tidak ada membebankan biaya rapid tes kepada peserta tes SKD CPNS, dalam artian tes cepat Covid-19 dilakukan secara gratis.
“Ini terkesan berbisnis di momen pelaksanaan seleksi CPNS. kami meminta agar Inspektorat sebagai pemeriksa internal pemerintah agar menindaklanjuti laporan ini,” tutupnya.
Reporter : Mawan
Editor : Yamin