Dinamika Ekonomi Moneter Internasional

oleh -
M. Ahlis Djirimu

Oleh: Moh. Ahlis Djirimu*

Dinamika Ekonomi Moneter Internasional nyaris belum berubah sejak beberapa abad yang lalu yakni mengarah pada persaingan antara empat kutub yakni Kutub Eropa, Kutub Amerika-Jepang, Kutub Tiongkok-Rusia dan Kutub Negara-Negara Sedang Berkembang. Intinya adalah adanya hegemoni, penguasaan satu negara atas negara lain melalui jalur transmisi Arus Modal Asing (PMA) dan Sistem Nilai Tukar menggantikan jalur penjelajahan yang merupakan kapitalisme dunia dalam konteks pembagian kerja vertikal yang menempatkan negara-negara berkembang miskin hanya sebagai pemasok bahan baku bagi empat kutub pembangunan tadi. Interaksi antar keempat kutub tercipta melalui adanya integrasi perdagangan yang kemungkinan dapat berlanjut pada integrasi moneter.

Integrasi ini hanya akan tercipta bila berbagai negara tersebut mengesampingkan kepentingan geopolitik dan menjamin penciptaan keamanan antar kawasan, dengan mengedepankan kepentingan ekonomi dalam visi ”tinggal dalam satu atap dunia” melalui, pertama, Mobilitas Faktor Produksi. Tingginya derajat mobilitas faktor produksi di dalam suatu kawasan sebagai dasar utama kawasan perdagangan bersatu. Tingginya integrasi pasar faktor dengan sekelompok mitra negara dapat mengurangi kebutuhan mengubah faktor produksi seperti harga dan kurs nominal di antara negara yang bersangkutan untuk merespon segala gejolak ekonomi. Asumsi yang melandasi bahwa pergeseran permintaan merupakan penyebab ketidakseimbangan neraca pembayaran.

Kedua, Derajat Keterbukaan Ekonomi. Derajat yang lebih tinggi keterbukaan ekonomi akan menghasilkan perubahan lebih cepat atas harga internasional yang akan mempengaruhi harga-harga domestik dan devaluasi akan lebih cepat tertransmisi pada harga perdagangan dan biaya hidup. Sedangkan kurs nominal menjadi kurang berguna sebagai instrumen penyesuaian.

Ketiga, Diversifikasi Produksi dan Konsumsi. Tingginya diversifikasi dalam produksi dan konsumsi berkaitan dengan impor dan ekspor, mengurangi dampak negatif volatilitas kurs nominal.

Keempat, Fleksibilitas Harga dan Upah. Tatkala harga nominal dan upah lebih fleksibel di antara berbagai negara yang menggunakan mata uang tunggal, proses penyesuaian dari gejolak ekonomi akan kurang diasosiasikan dengan pengangguran pada satu negara dan atau inflasi pada negara lain. Hal ini akan menurunkan kebutuhan akan kurs nominal dan kebijakan lain seperti kebijakan fiskal ketat atau ekspansi neraca luar negeri suatu negara.

Kelima, Similaritas shok. Jika shok penawaran dan permintaan serta kecepatan penyesuaian ekonomi identik di antara negara-negara sekawasan, kebutuhan kebijakan otonom dikurangi dan manfaat bersih dari pemberlakuan mata uang tunggal mungkin akan lebih tinggi.

Keenam, Similaritas Inflasi. Similaritas tingkat inflasi membawa keseimbangan transaksi neraca berjalan dan perdagangan yang mengurangi kebutuhan penyesuaian kurs nominal. Namun, similaritas tingkat inflasi dapat layak dalam penyatuan moneter tetapi bukan merupakan prasyarat yang layak bagi penyatuan moneter.

Ketujuh, Integrasi Pasar Keuangan. Integrasi keuangan dapat mengurangi kebutuhan akan penyesuaian kurs, menyediakan proteksi efektif terhadap gangguan pembalikan melalui arus modal masuk melalui pinjaman yang berasal dari surplus di negara mitra atau dekumulasi aset luar negeri yang dapat kembali ketika shok terjadi. Integrasi pasar juga mempersempit perbedaan suku bunga dalam jangka panjang yang menggalakkan konsumsi dan investasi. Namun, integrasi keuangan tidak dapat mensubstitusi penyesuaian permanen dalam jangka panjang.

Bagi negara-negara Asia, dinamika ekonomi politik internasional tidak dapat mengabaikan peran besar Jepang walaupun kinerja ekonomi makronya sedang lesu, Tiongkok, India, dan Korea Selatan, yang di antara mereka masih belum dapat melupakan warisan sejarah imperialisme di semenajung Manchuria dan semenanjung Korea, maupun perbatasan India-Tiongkok, serta dinamika di Laut Natuna Utara (LNU). Di Benua Afrika, agresivitas Tiongkok dan ketergantungan Afrika Utara pada Uni Eropa menjadi dinamika ekonomi yang sulit diabaikan. Namun, ketergantungan negara-negara Amerika Latin pada pasar Amerika Serikat pada produk-produk homogen maupun ketergantungan negara-negara Asia Tenggara pada pasar Tiongkok dan Jepang dapat menimbulkan gejolak ketimbang adanya diversifikasi pasar yang dapat mengantisipasi gejolak ekonomi di masa datang.

Dominasi dunia merupakan cerita lama. Dunia ini penuh dengan orang-orang menganggap dirinya Napoleon atau TUHAN, demikian sepenggal kata-kata Sean Connery dalam film pertama James Bond ”Dr. No” di Tahun 1962.

Penulis adalah Staf Pengajar FEB-Untad