PALU – Tim Advokasi dari Presidium Nasional (PENA) 98 Sulawesi Tengah yang mendampingi Anggota DPRD Sulteng, Yahdi Basma, berpandangan bahwa dari sisi formil, pemanggilan penyidik terhadap Yahdi tanpa menunjukkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (kecuali untuk tindak pidana khusus), adalah perbuatan melanggar hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 245 ayat 2 huruf c dan pasal 340 UU MD3.
Selain itu juga ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 76/PUU-XII/2014, di mana dalam pertimbangan hakim, menyatakan, pemanggilan dan permintaan untuk penyidikan terhadap anggota DPRD Provinsi yang disangka melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Yahdi terjerat kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Gubernur Sulteng Longki Djanggola ke Polda Sulteng, beberapa waktu lalu.
“Dari sisi hak imunitas, apapun tindakan yang dilakukan saudara Yahdi Basma haruslah dimaknai dalam konteks pengawasan sebagai anggota DPRD Provinsi Sulteng yang dilindungi oleh undang-undang,” kata Koordinator Tim Advokasi PENA 98 Sulteng, Muh. Rasyidi Bakry, Jumat (12/07).
Menurutnya, sesuai UUD 1945 pasal 20A (imunitas) jo. UU Nomor 2 Tahun 2018 (MD3) pasal 338 ayat 1 dan 2 dengan tegas menyatakan bahwa anggota DPRD provinsi mempunyai hak imunitas dan tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD provinsi ataupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugasnya.
Dia menambahkan, apa yang dilakukan pihak kepolisian juga bertentangan dengan pernyataan Kapolri Jendral Tito Karnavian mengenai tidak dapat diprosesnya laporan terhadap Viktor Laiskodat.
“Penyidikan yang bertentangan dengan undang-undang dan pernyataan Kapolri tersebut akan menjadi preseden buruk bagi wajah Polri. Penyidikan tersebut berpotensi memicu reaksi keras dari seluruh anggota legislative,” ujarnya.
Terkait penghormatan dan pengakuan terhadap hak imunitas anggota legislatif, dia pun menyampaikan beberapa kasus pembanding seperti yang terjadi dengan Viktor Laiskodat, Adian Napitupulu dan Fadly Zon.
“Ketiga kasus tersebut hingga saat ini dihentikan penyelidikannya oleh POLRI karena hak imunitas,” imbuhnya.
Gubernur Sulteng, Longki Djanggola melaporkan politisi Partai NasDem, Yahdi Basma atas penyebaran berita bohong (hoax) mengenai dirinya, beberapa waktu lalu.
“Saya membuat laporan baru, laporan yang lebih fokus lagi kepada pelaku penyebar hoax Yahdi Basma. Kalau yang lalu pengaduannya secara makro sifatnya kepada sejumlah orang. Tetapi kali ini fokus kepada Yahdi Basma,” ujarnya.
Longki menyatakan bahwa hoax yang dilakukan Yahdi melalui media sosial sangat melecehkan dirinya dan wibawanya sebagai gubernur.
“Wibawa saya sebagai Gubernur sangat dihina dengan ungkapan bahwa seolah-olah saya membiayai people power,” ujarnya. (RIFAY)