PALU – Warga Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat konsisten menolak konsep dermaga untuk perahu nelayan yang ditawarkan pihak pelaksana pembangunan tanggul bibir pantai Teluk Palu.
Aspirasi tersebut disampaikan perwakilan warga, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) umum gabungan Alat Kelengkapan Dewan (AKD), yang dilaksanakan di Ruang Sidang Utama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu, Senin (27/04).
RDP tersebut dipimpin ketua Panitia Khusus (Pansus) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bencana Alam Tahun 2018, Moh. Syarif, dihadiri pimpinan dan anggota Komisi C DPRD Kota Palu, Camat Palu Barat, Lurah Lere, Perwakilan PT. Adikarya, dan perwakilan nelayan Lere.
Dikesempatan itu, Arfandi yang mewakili pihak PT. Adikarya menyampaikan, dalam pelaksanaan proyek sudah empat kali melaksanakan pertemuan dengan nelayan Kelurahan Silae.
Arfandi mengaku, terkait tambatan perahu, pihaknya menerima gambar perencanaan dan gambar tersebut sudah disosialisasikan ke warga.
“Terutama warga Silae mengusulkan tambatan perahu dalam bentuk kolam. Hal ini sudah kami buatkan gambarnya dan kami sudah sampaikan usulan ke Balai Sungai,” terangnya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Komisi C, H. Nanang berharap agar kedepan pihak pelaksana harusnya melaksanakan sosialisasi tidak hanya pada daerah tertentu. Tetapi harus mengakomodir seluruh aspirasi nelayan yang akan dilalui proyek.
“Kalau tidak salah ada 7 km lebih panjang tanggul dipesisir ini, yang akan melalui Kecamatan Ulujadi, Palu Barat, Besusu dan Talise. Semua harus diakomodir jangan hanya Silae. Karena bisa saja masing-masing daerah memiliki keinginan yang berbeda,” terangnya.
Nanang, juga meluruskan keinginan warga nelayan Lere yang secara tertulis menuntut untuk disipkan tambatan perahu.
“Saya kira bukan tambatan perahu tapi tempat parkir perahu. Tambatan itu berarti dibuatkan dermata. Sementara rata-rata perahu nelayan kita terbuat dari kayu bukan fiber. Jadi pulang mancing perahu harus diangkat ke pasir bukan diikat di dermaga,” jelasnya.
Arfandi kembali menyampaikan bahwa, masalah pasir yang diinginkan nelayan akan dikoordinasikan lagi dengan pihak pusat. Apakah keinginan itu memungkinkan jika dimasukan dalam kontrak kerja mereka.
Meski demikian, atas penolakan konsep tambatan perahu tersebut, dan belum adanya kepastian tempat pemindahan sementara tempat parkir perahu nelayan. Semua pihak yang terlibat dalam RDP menyepakati, akan melaksankaan peninjauan di lokasi yang dipermasalahkan, Selasa 28 April 2020.
Moh. Syarif berharap, pasca peninjauan itu, tidak ada lagi upaya-upaya warga untuk melakukan pemberhentian proyek. Karena menurutnya, pasca bencana masih banyak hal yang akan dikerjakan. Termasuk warga Kelurahan Lere, yang sampai saat ini masih bertahan di tenda pengungsian.
“Jangan ada lagi upaya menghalangi pembangunan. Karena dibalik ini sebenarnya masih banyak keluarga kita yang sangat membutuhkan keberadaan tanggul ini. Bukan berarti masalah nelayan kita abaikan, kita akan selesaikan semuanya dengan baik. Tpi harus diingat juga keluarga kita yang masih bertenda di Masjid Agung ada 93 KK. Mereka ingin kembali setelah pembangunan tanggul,” jelasnya. (YAMIN)