PALU – Harian Umum Media Alkharaat (MAL), menggelar dialog publik bertema “Investasi di Sulteng, Kemana Arahnya” di Kafetaria Fakultas Ekonomi, Universitas Alkhairaat (Unisa), pekan lalu.
Dialog yang menghadirkan narasumber Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulteng, Dr. H. Aminuddin Atjo dan Rektor Unisa, Dr. Umar Alatas itu dihadiri peserta dari kalangan mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan dari berbagai kampus di Kota Palu.
Aminuddin Atjo menyebutkan, pertumbuhan ekonomi di Sulteng, sebagian besar masih ditopang sektor pertambangan.
Menurutnya, dari pendekatan yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menghitung pendapatan per kapita dari sektor tambang, mencapai Rp38 juta per tahun. Sementara di luar tambang, hanya sebesar Rp31 juta per kapita per tahun.
“Artinya ekonomi Sulteng lebih kuat dipengaruhi sektor pertambangan,” katanya.
Padahal, kata dia, daerah ini memiliki banyak potensi lain, seperti pangan, pariwisata, dan sumber daya manusia siap kerja. Sehingga, ke depan kebijakan daerah mesti memprioritaskan pada sektor lain. Untuk itu, diperlukan skenario agar investor bisa masuk ke Sulteng.
“Semua itu perlu di menej dengan baik. Investasi akan masuk jika sumber daya manusia dan regulasinya baik serta sasaran pembangunan ke depan berorientasi nilai tambah,” terangnya.
Ia mengatakan, nilai tambah menjadi perhatian ke depan, di mana tidak lagi mengirim produk dalam bentuk bahan baku, tapi sudah dalam bentuk barang jadi.
Lebih lanjut dia mengatakan, dengan SDA yang melimpah itu, maka akan menguntungkan Sulteng dalam menghadapi perpindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan. Ada beberapa hal yang bisa dimanfaatkan, di antaranya sebagai jembatan penghubung antara ibu kota negara dengan kawasan timur Indonesia, Maluku, Maluku Utara dan Papua, dengan mengintegrasikan tol laut dan tol darat.
Kemudian, lanjut dia, Sulteng bisa menjadi penyangga kebutuhan ekonomi ibu kota dan bisa menjadi destinasi wisata bagi warga ibu kota.
“Sekaitan dengan investasi, maka harus berbasis industrialisasi. Tanpa industrialisasi, nilai tambahnya kecil,” katanya.
Ia juga menyinggung perihal proses perizinan usaha di Indonesia yang terbilang panjang, paling cepat 3 bulan. Sementara di Singapura, hanya memakan waktu sekitar 3 hari saja.
Mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng itu menambahkan, tenaga terampil adalah kunci bagi investor yang akan masuk di daerah. Jika itu tidak dipenuhi, maka investasi akan berpindah ke daerah lain.
“Salah satunya tranpsortasi, perilaku kita yang baik, punya etika melayani tamu dengan baik. Intinya peran SDM sangat menentukan,” jelasnya.
Sementara itu, Rektor Unisa, Dr. Umar Alatas menyebutkan, investasi pada ujungnya adalah untuk pemasukan khas daerah dan keuntungan bagi warga. Namun demikian kata dia, investasi, khususnya pertambangan juga harus memperhatikan dampak lingkungan.
“Contohnya galian c yang saat ini sudah berdampak pada ekosistem lingkungan,” jelasnya.
Ia juga menyinggung soal keamanan dan investasi, di mana pemerintah harus hadir.
Apalagi, kata dia, daerah ini baru terkena bencana dan pemerintah juga telah memetakan zona rawan bencana.
“Saat ini teluk Palu sudah dianggap zona merah, namun masih banyak masyarakat yang mencoba mengarap usahnya kembali. Apakah pemerintah mesti merelokasi atau zona merah itu betul tidak bisa digunakan lagi. Wilayah tersebut cukup potensi dan perlu perencanaan yang matang” pungkasnya. (NANANG IP/IKRAM)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.