POSO- Desa-desa pinggiran Danau Poso terdampak meluapnya air Danau Poso kini menanti program jangka panjang mereka ajukan untuk direalisasikan oleh PT.Poso Energi.
Masing-masing desa pinggiran Danau Poso mengajukan program berbeda, sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakatnya.
Seperti Desa Tokilo, Kecamatan Pamona Tenggara, Kabupaten Poso, merupakan desa yang terdampak. Padang pengembalaan kerbau mereka terendam air pada saat ujicoba pengoperasian bendungan PLTA Poso Energy 515 Megawat 2020 lalu.
Masyarakat desa ini mengusulkan kepada PT.Poso Energi agar dibangunkan pagar pembatas antara Desa Tokilo dan Desa Korobono, untuk memisahkan padang pengembalaan dan lahan pertanian.
Sebab padang pengembalaan kerbau luasnya 300 hektare (ha) kini terendam air, menyebabkan 94 ekor kerbau mati dan 15 ekor sapi mati. Pasca pembayaran kompensasi dari PT.Poso Energi atas ternak kerbau yang mati masih menyisakan persoalan.
Padang pengembala luasnya 300 ha, kini tersisa 100 ha masih bisa ditumbuhi rumput untuk pakan ternak, sisanya 200 ha masih terendam air, sehingga tidak mencukupi bagi pakan ternak kerbau berkisar 400 ekor dari 700 ekor pasca terendam.
“Seharusnya pada bulan seperti ini padang pengembalaan kerbau sudah berganti rumput baru, kalau mengikuti siklus normalnya air sudah surut, tapi setelah ujicoba bendungan PLTA, airnya belum turun,” kata Kepala Desa Tokilo, Hertian Tanku’a saat ditemui sejumlah jurnalis di Desa Tokilo, Kecamatan Pamona Tenggara, kabupaten Poso, Senin (12/9).
Ia mengatakan, karena padang pengembala masih terendam air, otomatis pakan ternak kerbau kurang dan kerbau akan mencari rumput ke desa tetangga.
Olehnya kata dia, mereka mengajukan usulan kepada PT.Poso Energi agar membuat tanggul tanah dengan tiang beton perjarak 9 meter dengan estimasi biaya sekitar Rp310 juta.
Selain pembuatan tanggul tanah kata dia, mereka minta penghijauan dan Padang pengembala tergenang air ini dijadikan kolam sebagai sarana wisata.
Menurutnya, sekarang masih berproses dan mereka masih menunggu. Pihak PT.Poso Energi masih mengkomunikasikan dengan manajemen pusat. Sebab bila hal ini tidak cepat dilaksanakan bisa menimbulkan konflik sosial dengan desa tetangga.
Menurutnya lagi, kondisi peternakan Desa Tokilo saat ini memburuk, dengan terjadinya pasang surut air danau, banyak ternak kerbau yang mati dan kurus. Sehingga kata dia, banyak masyarakat Tokilo menjual ternak kerbau, akibat kekurangan pakan ternak.
Ternak kerbau sendiri merupakan penunjang ekonomi keluarga, terlebih sebagai biaya pendidikan anak kami sampai ke perguruan tinggi.
Ia mengatakan, ketika banyak kerbau mati, ada beberapa perempuan membantu ekonomi keluarga dengan menjadi buruh tani harian, dibayar Rp70 ribu perhari.
“Itupun tidak setiap hari mereka dipanggil,” katanya menyudahi.
Sementara Benhur Pondoke menambahkan dengan terendamnya padang pengembalaan kerbau, ada wacana kepemilikan kerbau dibatasi, hanya bisa sampai lima ekor.
Ia sendiri saat ini masih memiliki 14 ekor kerbau, hanya 1 ekor mati pada peristiwa luapan air danau Poso mengenangi pada gembala.
Pengembala kerbau Moris mengatakan , Padang gembala luasnya 300 Ha, pasca terendam air , tinggal tersisa 100 Ha hanya bisa untuk pakan ternak sekitar 200 ekor.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG