PALU – Pengurus Wilayah (PW) Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI) Sulteng, menyatakan, Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) belum layak dibubarkan.

DDI bahkan menilai, apa yang dilakukan pemerintah adalah langkah yang sangat gegabah dan tidak strategis.

Pernyataan ini disampaikan Ketua PW DDI Sulteng, Prof. Asy’Ari, menyikapi terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) yang diumumkan Presiden melalui Menkopolhukam, Wiranto, dua hari lalu.

“HTI dan Ormas lainnya belum layak dibubarkan karena masih ada beberapa solusi yang bisa dilakukan,” kata Ketua PW DDI Sulteng, Prof. Asy’Ari.

Solusinya antara lain, meminimalisir kesenjangan sosial, melakukan pendekatan persuasif, dan menghentikan aktivitasnya, dengan didahului pemberian sanksi atau teguran selama beberapa kali, baik lisan atau tulisan.

Dia mengatakan, perbedaan adalah rahmat, yang mestinya menjadi inspirasi bagi pemerintah untuk hati-hati dan lebih maju.

Seyogyanya, lanjut dia, pemahaman filosofis tentang Ikhtilafu Ummati Rahmatun (perbedaan ummat adalah rahmat), dapat terwujud dengan meneguhkan kesatuan dan persatuan, bukan perpecahan.

“Berarti saat ini mulai luntur pemahaman kita tentang kebhinekaan,” lanjut dia.

Asy’ari mengatakan, memahami secara filosofis adalah mengamalkan secara kontinyu dan istiqamah, ikhlas karena cinta NKRI, karena izin Allah SWT.

Terkait adanya organisasi dianggap radikal, menurutnya harus selalu didekati, dimintai pandangan dan dikritisi oleh legislatif, sebelum dibubarkan, itupun harus dengan persetujuan pengadilan.

Berbeda dengan DDI, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementrian Agama (Kemenag) Provinsi Sulteng, Abdullah Latopada justru menyampaikan dukungan kepada pemerintah untuk membubarkan HTI, karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 45 dan Pancasila.

“Saya sangat mendukung pemerintah untuk membubarkan ormas anti Pancasila, karena Pancasila dan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah final,” katanya.

Abdullah menambahkan, komitmen NKRI berdasarkan ideologi Pancasila sudah final, sehingga tidak perlu lagi mengubahnya dengan ideologi lain.

Tak sampai disitu,  lanjut dia, pasca HTI dibubarkan, maka perlu kewaspadaan pada oknum-oknum didalamnya.

Secara nasional, terbitnya Perppu ini menuai tanggapan beragam. Kuasa hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan salah satu pasal dalam Perppu Nomor: 2 tahun 2017 itu Menurutnya, ada pasal karet, karena penafsirannya bertentangan dengan Pancasila berbagai macam. Tak dijelaskan secara jelas hal seperti apa yang merupakan pelanggaran terhadap Pancasila.

“Yang sangat mengkhawatirkan kami adalah pasal 59 ayat 4 bahwa dikatakan ormas dilarang untuk menganut, menyebarkan faham yang bertentangan dengan Pancasila,” ucap Yusril.

Selain itu, ada pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan KUHP. Yusril memberi contoh adanya hukuman yang berbeda pada ormas yang melakukan SARA.
Karena itulah, HTI pun akan menggugat Perppu tersebut kepada MK dengan mengajak beberapa Ormas lain, Senin (17/07)  mendatang. (IKRAM)