Oleh : Ikhlasul Fajri
*ASN BPS Kabupaten Sigi
Beberapa hari lalu kita dihebohkan dengan kebocoran data NIK presiden Indonesia. Kebocoran data ini bukanlah kebocoran data pertama di Indonesia, sebelumnya telah terjadi kebocoran data KTP peserta BPJS. Akibat dari Kebocoran data peserta BPJS tersebut ditaksirkan Indonesia mengalami kerugian mencapai Rp 600 Triliun. Lalu berbagai pertanyaan muncul dikalangan masyarakat, apakah data mengenai keadaan Indonesia sangat penting sehingga sangat berharga? Dan data seperti apa yang dapat bermanfaat serta bagaimana mengimplementasikan data dalam kehidupan?
Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya data untuk pembangunan Indonesia, saking pentingnya peranan data dalam membangun Indonesia, Bapak Presiden Indonesia yang ke-7 tersebut mengatakan “Data ini adalah jenis kekayaan baru. Saat ini data adalah new oil, bahkan lebih berharga dari minyak. Data yang valid menjadi salah satu kunci pembangunan”. Oleh karena itu untuk memperbaiki dan mempermudah penggunaan data dalam pembangunan, Bapak Presiden membuat peraturan yang tertuang dalam Perpres No 39 Tahun 2019 mengenai satu data Indonesia. Satu data Indonesia merupakan kebijakan Pemerintah untuk mendukung proses pengambilan keputusan berbasis data, dengan cara Data tersedia dalam format terbuka yang mudah digunakan kembali, dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawal pembangunan. Namun, kebijakan satu data Indonesia ini masih menemui beberapa masalah, diantaranya mengenai pengetahuan masyarakat mengenai data, sosialisasi mengenai pentingnya data yang terpercaya, dan partisipasi masyarakat dalam membangun data yang terpercaya.
Membangun Data Terpercaya
Salah satu syarat agar data dapat dikatakan bermanfaat dan dapat dimanfaatkan adalah data tersebut merepresentasikan keadaan yang sebenarnya dari keadaan yang ada di lapangan atau yang biasa disebut dengan “data yang dapat terpercaya”. Untuk membangun data yang terpercaya beberapa usaha telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik sebagai penyedia data terpercaya untuk Indonesia, salah satunya dengan cara melakukan press rilis data dengan melakukan video conference agar terjadi dialog yang menjelaskan bagaimana data tersebut diraih dan menggambarkan maksud dari data yang dikeluarkan. Salah satu contoh data yang menjadi perdebatan adalah data mengenai kemiskinan dan PDRB Sulawesi Tengah.
BPS Provinsi Sulawesi Tengah telah merilis data kemiskinan Sulawesi Tengah keadaan Maret tahun 2021. Persentase penduduk miskin Sulawesi Tengah pada Maret tahun 2021 adalah sebesar 13 persen naik 0,08 persen dibandingkan persentase kemiskinan pada bulan maret 2020 yakni sebesar 12,92 persen. Sebelumnya BPS Provinsi Sulawesi Tengah juga telah merilis data Perekonomian Sulawesi Tengah (PDRB) pada bulan februari 2021 lalu. Berdasarkan data BPS meskipun dilanda pandemi covid-19, Provinsi Sulawesi Tengah justru pertumbuhan ekonomi sebesar 4,86 persen pada tahun 2020, bahkan pertumbuhan tersebut terjadi pada setiap triwulan di tahun 2020. Pertumbuhan terendah terjadi pada triwulan II yaitu sebesar 0,71 persen. Keadaan Ekonomi yang tumbuh namun jumlah penduduk miskin yang meningkan ini tidak sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa “dengan adanya pertumbuhan ekonomi berarti terdapat peningkatan produksi sehingga menambah lapangan pekerjaan yang pada akhirnya akan mengurangi kemiskinan” (Sukirno, 2005). Katidaksesuaian antara teori dan rialita ini tentu saja dapat menimbulkan perdebatan dan keraguan mengenai data BPS jika saat merilis data BPS tidak menjelaskan bagaimana hal tersebut dapat terjadi. Dari hasil rilis data BPS akhirnya diketahui bahwa terdapat teori lain mengenai pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi inklusif yang menyatakan pertumbuhan perekonomian tidak harus dibarengi oleh pengurangan penduduk miskin.
Cara lain yang dilakukan BPS untuk membangun data yang terpercaya adalah dengan cara memperkenalkan statistik kepada masyarakat luas dan mengenalkan pentingnya data statitik dikalangan masyarakat melalui pelaksanaan kegiatan Hari Statistik Nasional (HSN). HSN bukan hanya dijadikan sebagai ajang perayaan ulang tahun perstatistikan Nasional melainkan juga dijadikan ajang untuk mengenalkan data statistik kepada masayrakat umum. Oleh karena itu HSN biasanya dilakukan ditempat umum dan melibatkan masyarakat secara luas untuk menambah wawasan masayrakat mengenai data statistik dan manfaatnya.
Berbicara mengenai manfaat data statistik, yang seharusnya disosialisasikan juga oleh pemerintah adalah bukan cuma pemerintah yang dapat memanfaatkan data statistik. Data statistik juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan akamdemisi seperti dijadikan bahan penelitian yang biasanya dilakukan oleh mahasiswa dalam menyusun skripsi atau tesisnya. Data statistik juga dapat dimanfaatkan oleh pengusaha untuk melihat usaha apa yang paling cocok dilakukan di tempat dia berada dan strategi dalam menjalankan usaha. Contoh dari pemanfaatan data untuk pengusaha adalah penentuan sektor mana yang dapat bertahan dan dibutuhkan oleh masyarakat dimasa pandemi, serta cara bagaimana agar masyarakat nyaman dalam mendapatkan fasilitas yang pengusaha berikan, seperti data mengenai kenyataan bahwa kebanyakan masyarakat merasa khawatir untuk keluar rumah sehingga beberapa pengusaha memanfaatkan keadaan ini dengan cara menjalankan bisnis online termasuk jasa kesehatan online atau telemedicine.
Partisipasi Masyarakat dalam Membangun Data Terpercaya
“Data itu mahal, tetapi membangun tanpa data lebih mahal” slogan ini muncul karena biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan data tidak setara dengan peranan krusial data dalam proses pembangunan Indonesia tidak murah. Moh. Fachri, S.STP, M.Si Direktur Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa & PDTT mengatakan “Data yang akurat ini sangat dibutuhkan dalam perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan”. Selain itu, kinerja pemerintah juga butuhkan dievaluasi,agar pemerintah tidak membuang anggaran untuk pekerjaan yang tidak berdampak pada kesejahteraan rakyat. Sehingga membangun tanpa data dapat menyebabkan pemerintah mengeluarkan dana yang lebih besar karena pembangunan tanpa data menyebabkan pembangunan tersebut bisa jadi tidak tepat sasaran.
Data sejatinya merupakan potret keadaan masyarakat Indonesia yang dibukukan menjadi angka. Untuk menghasilkan data yang akurat BPS tidak dapat bekerja sendiri, dibutuhkan peran serta masyarakat dalam proses pengumpulan data. Oleh karena itu, agar data yang dihasilkan benar-benar menggambarkan keadaan masyarakat Indonesia dan untuk membantu pemerintah dalam mengambil kebijakan yang tepat, masyarakat Indonesia diharapkan membantu BPS dengan cara memberikan data yang benar dan jujur kepada petugas BPS. ***