PALU – Kasus stunting di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dengan Kalimantan Barat (Kalbar) hanya berbeda 0.1 persen. Sulteng 29.7 persen dan Kalbar 29.8 persen berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021.
“Tapi berdasarkan kasus di lapangan bahwa tidak selamanya kemiskinan menjadi faktor stunting, karena banyak juga keluarga yang kaya tetapi pola asuhnya yang salah, ” ungkap Kepala Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulteng Tenny C. Soriton, S.Sos.,MM yang didampingi Koordinator Adpin Muh. Rosni, SE, M.si dan Subkoordinator Bina Keluarga Remaja Sakkirang, S.Sos, MM, saat menghadiri rapat Persiapan Desa Pilot Project dan Pemetaan Program serta Aksi Konvergensi PPS Sulteng 2022 di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulteng, baru-baru ini.
Dikesempatan itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi, dr. Sofyan Mailili, M. Kes berharap, pemerintah Sigi bisa menggunakan data BKKBN, hasil dari Pendataan Keluarga yang dilaksanakan tahun 2021 (PK21).
“Karena datanya itu by name by address, kami sudah bersurat untuk permintaan data tersebut, ” kata Sofyan.
Koordinator Adpin Muh. Rosni, SE, M.si menyampaikan, sesuai aturan Presiden bahwa data hasil Pendataan Keluarga 2021 tidak untuk disalahgunakan, karena menyangkut privasi data keluarga terkait data by name by address.
“Saya selaku koordinator Adpin tidak bisa juga mengakses langsung data itu ke by name by addressnya, karena sudah ada admin yang ditunjuk untuk mengakses portal tersebut. Kepala Perwakilan juga harus menandatangani pakta integritas agar data itu tidak disalahgunakan, ” jelas Rosni.
Diakhir rapat Kepala seksi Perencanaan Ekonomi II Bappeda, Moh. Saleh Lubis mengatakan, pihaknya berharap kepada Sekretaris TPPS untuk segera menandatangani Tim PPS ke Gubernur Sulteng agar dapat menjadwalkan kembali rapat selanjutnya.
Dari hasil rapat ini diharapkan semua sektoral dapat melaksanakan tupoksinya masing-masing untuk penanganan stunting di Sulteng. (YAMIN)