POSO – Setelah Kota Palu, Polri melalui Direktorat Pencegahan Detasemen khusus (Densus) 88 bersinergi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, dan Kementerian Agama (Kemenag) setempat, kembali melaksanakan pembinaan khatib, di Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu (16/03).
Ketua Panitia, AKBP Muhammad Dofir menyampaikan, pembinaan para khatib dilaksanakan dalam rangka penguatan Islam Wasathiyah (Moderat) untuk Indonesia damai. Para peserta pembinaan khatib di daerah tersebut berjumlah 119, yang terdiri dari Kemenag 90, Polres 11 dan DAI BKO luar Polda Sulteng 8 orang.
“Kegiatan ini sangat strategis. Karena memang para khatiblah yang terjun langsung di lingkungan masyarakat. Jika khatib tidak ada control dalam menyampaikan materi, maka menjadi ancaman yang serius bagi negara. Maka polri bersinergi dengan Kementrian agama, MUI, tokoh agama dan instansi terkait untuk menumbuhkan islam yang damai dan cinta tanah air,” terang Muhammad Dofir.
Menurut Muhammad Dofir, para khatib jum’at memiliki peran sentral sebagai agen narasi agama yang moderat. Khatib memiliki otoritas dalam menasehati dan mengarahkan jamaah jum’at, agar menghindari pemikiran dan perilaku yang menciderai persaudaraan beragama, persaudaraan berbangsa, dan persaudaraan kemanusiaan.
“Maka khatib jum’at sangat efektif dalam meredam berita-berita hoax, ujaran kebencian, dan adu domba antar sesama elemen bangsa. Tak hanya itu, kami juga menekankan dalam kondisi wabah Covid-19 yang belum usai di indonesia ini, peran khatib jum’at bisa memberikan dukungan maksimal kepada pemerintah dan ulama,” katanya.
Dia menyampaikan, para khotib dalam memberikan khotbah jumaat adalah cara pandang dalam memahami serta mengamalkan ajaran yang terkandung dalam khotbah yang selalu moderat. Moderat yang dimaksud, tidak berlebih – lebihan atau ekstrem, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.
Dari segi kualitas, pentingnya seorang khatib memahami metode yang baik, pendalaman materi keagamaan yang mumpuni, serta mampu beraktualisasi dengan kebutuhan umat. Dari segi kuantitas, seorang khotib harus memahami psikologi audiens.
“Seperti khotbah jangan terlalu lama, bertele-tele, monoton yang membuat jemaah memilih tertidur karena isi itu-itu saja sepanjang tahun,” pintanya.
Dengan pembinaan khotib ini, diharapkan para khotib kedepannya lebih bisa membumikan materi khotbah di tengah kerinduan spritual jamaah. Dengan adanya buku kumpulan khotbah jumaat sepanjang masa ini cocok bagi khotib yang sudah profesional, sehingga materi khotbah yang di sampaikan itu relevan dengan situasi dan kondisi kebutuhan rohani dari setiap jemaahnya.
“Terakhir, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dan mensukseskan acara ini,” ucapnya menutup.
Reporter : Nanang IP
Editor : Yamin