Dalami Penjualan Hutan Mangrove, Penyelidik Kejati Minta Keterangan Mantan Ketua BPD Ambunu

oleh -
Mantan Ketua BPD Ambunu Akhmad

PALU- Penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi dalam penjualan lahan mangrove ke PT. BTIIG, luasnya sekitar 30 hektare di Desa Ambunu, Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali.

Penyelidik memanggil para pemilik surat keterangan tanah (SKT) dan mantan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ambunu guna dimintai keterangan.

Mantan Ketua BPD Ambunu Akhmad mengatakan, kedatangannya ke Kejati Sulteng guna dimintai keterangan terkait pemusnahan hutan Manggrove di Ambunu.

“Hutan Manggrove tersebut berada dibelakang pemukiman warga, sudah di land clearing oleh perusahaan Baoshuo Taman Industry Investment Group (BTIIG),” kata Akhmad usai dimintai keterangan Penyelidik Kejati Sulteng di Kantor Kejati Sulteng Jalan Samratulangi, Kota Palu, Selasa (5/12).

BACA JUGA :  Sah Jadi Cabup-Cawabup, Husen-Ajub Langsung Tebar Program

Ia menjelaskan dirinya ditanyai oleh penyelidik beberapa pertanyaan guna menjelaskan status hutan mangrove tersebut, sebelum datangnya perusahaan.

“Saya jelaskan hutan mangrove tersebut, tidak ada pemiliknya,” kata Akhmad sekaligus pelapor Mantan ketua BPD Ambunu periode 2020-2023.

Seiring waktu berjalan, ujar dia, datanglah investor, lokasi tersebut diperjual belikan diakhir 2022 dan dibayar oleh BTIIG dalam setiap hektarenya dihargai Rp500 juta. Dan sekarang dilahan tersebut sudah berdiri pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tidak lama lagi diresmikan pengoperasiannya.

Ia menjelaskan, dalam laporannya ke Kejati Sulteng, dirinya tidak melaporkan oknum atau person yang menjual.

BACA JUGA :  Diskominfo Donggala Gencarkan Kampanye Perubahan Perilaku untuk Cegah Stunting

“Yang saya laporkan apakah rusaknya mangrove beserta ekosistemnya, tidak menyalahi aturan serta regulasi perundang-undangan yang ada,”tuturnya.

Ternyata usai melaporkan kata dia, penyelidik mempelajari dan melakukan telaah hukum, ada pelanggaran ditemukan dan menimbulkan kerugian negara.

Ia menuturkan, sebelum penjualan lokasi hutan Manggrove tersebut, selaku BPD pengawas desa sudah menemui dua kali kepala desa mengusulkan hutan manggrove tersebut dijual atas nama pemerintah desa dan lembaga BPD, dengan tawaran dua opsi uang hasil penjualan dibagikan kepada masyarakat setempat secara merata, atau dibuatkan fasilitas sarana gedung serbaguna.

BACA JUGA :  Pemkab Parimo Launching Penyaluran Bantuan dan Kios Pangan

“Tapi usulan serta opsi ditawarkan kepada kades, tidak diakomodir atau diindahkan,” terangnya.

Olehnya ia berharap, bila penjualan hutan manggrove tersebut dinilai melanggar hukum, agar diproses hukum lanjut guna memberi sanksi kepada oknum bertanggung jawab atas terjualnya hutan manggrove tersebut.

Sebab dengan musnahnya hutan manggrove tersebut mengancam pemukiman warga dari bencana tidak terduga, seperti tsunami dan menghilangkan ekosistemnya dan mata pencaharian warga setempat seperti adanya kepiting, siput, kerang dan udang.

Reporter: IKRAM/Editor: NANANG