PALU – Tim Penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) melakukan pendalaman atas dugaan korupsi di Universitas Tadulako (Untad). Upaya tersebut dilakukan dengan memanggil dua mantan Rektor Untad, Prof. Mahfudz dan Muhammad Basir, Senin (15/05).

Selain keduanya, turut dipanggil untuk dimintai keterangan Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Untad, Prof. Merry Napitupulu.

Pendalaman dilakukan usai penyelidik melakukan ekspos perkara bersama Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulteng, Rabu (10/05) lalu.

“Dari hasil ekspos perkara, penyelidik masih memerlukan pendalaman dan memanggil kembali mereka-mereka untuk dimintai keterangan tambahan,” kata Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulteng, Muhammad Ronald, di ruang kerjanya, Kantor Kejati Sulteng, Jalan Sam Ratulangi Palu, Senin (15/05).

Informasi yang diperoleh awak media ini, Prof. Mahfudz datang memenuhi panggilan sekitar pukul 09.00 Wita sampai pukul 01.00 Wita. Disusul Muhammad Basir sekitar pukul 14.00 Wita sampai pukul 15.30 Wita. Sedangkan Prof Merry tidak hadir karena sedang berada di luar daerah.

“Yang datang pertama tadi mantan Rektor Prof. Mahfudz, disusul Muhammad Basir. Sedangkan Prof Merry sedang berada di luar daerah,” ungkap Ronald.

Ia menyebutkan, sejauh ini penyelidik masih mematangkan dan mencari kerugian negara.

Kasus ini bermula dari laporan Kelompok Peduli Kampus (KPK) Untad, atas dugaan terjadinya tindak pidana korupsi di Universitas Tadulako.

Berdasarkan dokumen didapat media ini, selain temuan BPK RI sebagaimana termuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan (LHP-LK) Tahun 2021 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan kerugian negara sejumlah Rp1,7 miliar lebih di International Publication and Collaborative Center (IPCC) Untad, juga terdapat temuan sejenis bersumber dari hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek.

Temuan tersebut terkait dengan perjalanan dinas dalam negeri dan kegiatan fiktif senilai Rp574 juta.

Reporter : Ikram
Editor : Rifay