Fa inna ma’al-‘usri yusra. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Inna ma’al-‘usri yusra “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
Makna yang sama dalam petikan surat Al-Insyirah ayat 5 dan 6, bukanlah sekadar pengulangan seadanya. Ada pesan tersirat yang disampaikan Allah Subhanahu Wa Taala (SWT) kepada hamba-Nya untuk tidak menyerah atas cobaan demi cobaan ketika berjihad di jalan-Nya.
Allah memberikan pesan bahwa sebesar apapun cobaan yang datang, pastilah ada kemudahan yang ditemukan di kemudian hari. Sesuatu yang rumit, pastilah akan indah pada waktunya, asalkan dilalui dengan sabar dan tawakkal hanya berharap ridho-Nya.
Inilah kalimat suci yang mengilhami Ustadz Muhammad Afdal Zainal bersama dua saudara dan iparnya serta sejumlah da’i lainnya untuk terus melakukan dakwah dan aksi kemanusiaan, kapan dan di manapun.
Jebolan Magister Hukum Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu ini merupakan salah satu Da’i Pelaksana Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) yang aktif melakukan kegiatan dakwah di pelosok, sekaligus melakukan aksi-aksi kemanusiaan di berbagai tempat.
Mengusung dakwah Ilallah, dengan visi “Berbenteng di Hati Ummat, Membentengi Aqidah Ummat” ia bersama saudara dan kelompok da’i Parmusi lainnya terus menggelorakan kegiatan dakwah, termasuk di dalamnya menangkal aksi pemurtadan suku pedalaman melalui pembinaan-pembinaan yang kontinyu, disertai aksi sosial.
Faktanya memang tak mudah. Banyak rintangan yang dihadapi, mulai dari sisi finansial, medan yang ekstrem disertai keterbatasan sarana, ditambah minimnya personel yang sadar untuk mau terjun langsung ke wilayah-wilayah yang terisolir dari modernisasi.
Lalu seperti apa konsep dakwah Ilallah yang diusung para da’i muda ini untuk berdakwah di tengah keterbatasan. Program apa saja yang sudah dijalankan dalam rangka membentengi aqidah ummat dari aksi pemurtadan, berikut finansial yang dipakai untuk mendaki gunung nan curam, atau menyalip tingginya gelombang ketika menyeberang lautan.
Ditemui di kediaman sang kakak (Ustadzah Asnidar) di Kelurawahan Kawatuna, siang kemarin, Ustadz Afdhal yang dikelilingi saudara-saudaranya, pun berkisah kepada Redaktur Media Alkhairaat, Rifay, mengenai suka duka, pahit getir dan tantangan yang dihadapi selama menjejal ekspedisi dakwah yang tak mudah itu.
Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana Anda melihat fenomena pemurtadan yang marak terjadi, khususnya di daerah-daerah pedalaman?
Harus kita akui, di daerah-daerah pelosok itu bukan hanya kita dari Islam yang masuk berdakwah, tapi dari agama lain juga sering datang menyebarkan ajarannya. Kami melihat ada peran yang kurang dari kalangan kita untuk mempertahankan aqidah saudara-saudara kita yang memang dari awal sudah memeluk agama Islam. Fenomena pendangkalan aqidah ini terjadi karena memang pembinaan dari da’i yang tidak maksimal, apalagi jika harus terjun langsung ke wilayah-wilayah seperti ini. Ketika ada tawaran yang menggiurkan dari pihak lain, mereka langsung ikut.
Di Parmusi sendiri, sejauh ini apa yang sudah Anda lakukan bersama saudara-saudara dan tim dakwah untuk mempertahankan aqidah ummat di pedalaman?
Untuk daerah terpencil yang masih bisa kami jangkau, maka kami rutin melakukan pembinaan sehingga keimanan mereka senantiasa terjaga. Seperti di Suku Tajio di Pantai Barat Kabupaten Donggala. Masyarakat di sana yang notabene sudah memeluk Islam, hampir murtad gara-gara tidak ada pembinaan. Maka setelah kami masuk, kami siapkan kader di sana.
Nah bagaimana dengan wilayah yang sangat jauh yang tidak memungkinkan kami melakukan pembinaan secara rutin, itulah yang dikhawatirkan. Di sini juga kendalanya, kurangnya kesadaran para da’i untuk turun langsung ke daerah-daerah terpencil karena memang kita tahu bahwa di daerah-daerah terpencil itu tidak ada insentif.
Apa solusi untuk itu?
Di sini kami meminta agar pemerintah khususnya yang membidangi agama Islam, juga ikut andil dalam hal memfasilitasi da’i-da’i yang ditempatkan di wilayah ini. Di daerah ini, para da’i bisa totalitas melakukan pembinaan karena ada jaminan insentif dari pemerintah sehingga mereka tidak perlu khawatir meninggalkan keluarga untuk berdakwah. Kami ataupun komunitas lain, jadi bukan hanya Parmusi, punya tim da’i dan pemerintah punya anggaran. Mari kita berkolaborasi untuk membentengi aqidah ummat supaya keimanan mereka bisa terjaga dan tidak mudah digoyangkan oleh agama lain.
Anda bersama tim sering melakukan ekspedisi dakwah di daerah-daerah pedalaman. Lalu bagaimana dengan wilayah Kota Palu yang notabene merupakan wilayah kerja Anda dan tim?
Untuk Kota Palu, kami melakukan pembinaan di wilayah pinggiran, seperti di Dusun Salena, Kelurahan Tipo, Kecamatan Ulujadi. Teman-teman da’i maupun kader yang rutin datang ke sana, seperti Ustadz Muhammad Rizki yang datang setiap hari Sabtu.
Anda bersama saudara dan tim da’i Parmusi mengusung konsep dakwah Ilallah. Seperti apa konsep dakwah tersebut?
Saya contohkan, di beberapa tempat, kami sering menemukan orang-orang yang ingin sekali mendapatkan pembinaan rohani, namun mereka terkendala karena tidak ada dana untuk mengundang penceramah. Maka dengan alasan tersebut, kami merasa disinlah Parmusi harus hadir, da’i itu di mana dia akan berdakwah tidak mesti mengharapkan imbalan. Da’i ilallah adalah mereka yang berdakwah di mana ia dibutuhkan, entah di situ ada yang berikan insentif atau tidak, kami tetap berdakwah. Begitu juga dengan aksi kemanusiaan yang kami lakukan, tanpa dana kami tetap jalan dengan menggerakkan ummat itu sendiri agar berpartisipasi. Bukan dengan cara keluar masuk instansi membawa proposal bantuan dana.
Adakah yang secara langsung meminta kepada da’i Parmusi untuk diberikan pengetahuan agama tanpa imbalan apapun?
Sudah dua tahun ini kami melakukan pembinaan disabilitas di Rumah Berkarya, Kelurahan Nunu. Kurang lebih ada 100 lebih kaum difabel. Itu semua berangkat dari kerisauan kami, karena mereka yang ingin sekali mendapatkan pencerahan dan nasihat agama namun di sisi lain terkendala kondisi fisik mereka yang tidak memungkinkan untuk hadir langsung ke lokasi-lokasi di mana diadakan tabligh akbar atau kajian. Selain itu mereka juga mengaku tidak memiliki dana untuk mengundang ustadz agar datang ke tempat mereka. Maka kami katakan, kami siap hadir untuk memberikan pembinaan secara langsung. Ada kegiatan dua pekan sekali, setiap Ahad sore ba’da Ashar yang rutin tidak pernah alpa.
Adakah komitas lain yang sama dengan penyandang disabilitas ini?
Ada, contohnya Majelis Taklim Nurul Iman di Jalan Jamur dan beberapa majelis lainnya. Mereka juga kondisinya sama dengan para penyandang disabilitas itu, rata-rata mereka mengalami keterbatasan anggaran sehingga tidak bisa menghadirkan ustadz atau penceramah untuk datang. Saya pun mengundang beberapa teman untuk datang. Kami katakan, kami datang dengan niat lillahi ta’ala.
Selain program dakwah, Parmusi Kota Palu juga memiliki sejumlah program kemanusiaan yang tentunya masih ada kaitannya dengan visi berbenteng di hati ummat. Program apa saja itu?
Kami memiliki Program Jumat Berkah, di mana tiap ba’da Jumat kita berbagi di tempat-tempat kaum dhuafa, yatim piatu ataupun di tempat orang-orang yang membutuhkan bantuan. Kadang kita masuk di pinggiran Sungai Kalikoa atau menemui para pemulung. Kita juga rutin turun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kawatuna. Di situ kita aktif memberikan dalam bentuk paket makanan maupun bentuk bantuan lainnya.
Selain kepada kaum dhuafa, adakah program lain, semisal kepada santri?
Iya, kita juga aktif memberikan buka puasa santri tahfidz. Ada program daurah selama enam bulan yang diadakan di Islamic Center milik MUI Provinsi Sulteng yang terletak di Tinggede Selatan, Kabupaten Sigi. Alhamdulillah da’i-da’i Parmusi hadir berpartisipasi, setiap bulan memberikan bantuan keuangan untuk tambahan lauk pauk dan buka puasa Senin Kamis atau kegiatan pembinaan agama. Kami tidak dibayar untuk membina 200 santri daurah angkatan pertama. Dan Alhamdulillah di antara santri-santri ini sekitar 50 orang yang lulus seleksi untuk diberangkatkan ke Kairo, Mesir. Selepas dari daurah, tetap juga berjalan kegiatan kami untuk buka puasa di beberapa pondok pesantren di Kota Palu.
Apakah ada program kemanusiaan lain yang dilakukan di luar Kota Palu?
Kami pernah turun di Awesang, wilayah Pantai Barat Kabupaten Donggala. Di sana, kami bersaudara dan beberapa da’i Parmusi lainnya beberapa kali turun di berbagai momen. Kami pernah buat tabligh akbar di sana. Bahkan di Idul Adha tahun lalu, kami juga sempat memberikan sumbangan dua ekor sapi untuk disembelih.
Seperti apa peran Anda dan tim da’i Parmusi terhadap santri di pondok pesantren?
Kami pernah masuk berpartisipasi untuk pengadaan pipa air di Bukit Paipopa, Paniki, Desa Pombewe, Kabupaten Sigi tepatnya di Pondok Pesantren Interprenur. Ponpes ini terbangun setelah bencana alam Pasigala 2018 lalu, di sana banyak anak-anak terlantar dari korban gempa. Ketika kami datang dan menanyakan apa yang bisa kami bantu, mereka mengatakan butuh air. Di situ kami sangat sedih karena apa, mereka tidak minta fasilitas yang mewah, yang mereka minta hanya air. Padahal air ini adalah hal sepele dan mudah didapat.
Mereka bercerita, hanya untuk mandi saja, harus jalan sekitar setengah kilometer turun dan naik lagi setengah kilometer, satu kilometer persis naik turun. Hanya untuk mandi, belum untuk kegiatan lain.
Lalu apa yang Anda lakukan bersama tim?
Sebenarnya program pengadaan air ini sudah dilakukan sebelumnya, tapi putus di tengah jalan. Kebutuhan pipa untuk pengairan dari ponpes ke atas gunung, jaraknya sekitar 14 kilometer tapi kalau memakai jalan pintas untuk pipa bisa ditempuh dengan jarak sekitar 5 kilometer. Nah jarak ini membutuhkan sebanyak 1.400 batang pipa. Pertama sudah dilakukan pemasangan pipa oleh beberapa warga setempat sebanyak 500 batang tapi belum juga sampai ke lokasi. Maka kami katakan, Insya Allah doakan kami, kami da’i-da’i Parmusi siap berpartisipasi untuk menyelesaikan pembangunan saluran air bersih ini.
Dari mana Anda mendapatkan dana untuk pengadaan pipa sebanyak itu?
Kami melakukan gerakan dengan teman-teman, ayo kita jalan, ummat butuh kita. Maka kami berembuk, kami dedikasikan diri untuk terjun langsung. Darimana dananya, kami kembalikan kepada ummat. Ketika kami dakwah, kadangkala gaji kami dari dakwah kami sisipkan untuk pembelian pipa, kadangkala kami ajak ummat untuk berpartisipasi dana, adapula yang berpartisipasi dalam bentuk pipa, adapula dalam bentuk tenaga. Satu bulan kami kerjakan dibantu beberapa komunitas, akhirnya selesai. Apa yang dirindukan oleh hampir 50 orang penghuni ponpes, bisa terwujud.
Di beberapa ponpes, ada yang memiliki program hafalan Al-Qur’an, apakah da’i Parmusi juga masuk ke ranah itu?
Kami punya program pembagian 1000 mushaf hafalan Al-Qur’an. Ini berangkat dari kerisauan kami ketika datang ke beberapa ponpes, ternyata para santrinya ingin sekali menghafal Al-Qur’an dengan mudah, hanya saja terkendala dengan tidak adanya mushaf khusus hafalan, karena mushaf ini memang beda dengan yang biasa, kalau mushaf ini ada penanda-penandanya, blok warna dan petunjuk. Program ini kami namai Program Tebar 1000 Wakaf Al-Qur’an Hafalan. Gelombang pertama Alhamdulillah sudah terpenuhi dan sekarang sedang masuk gelombang kedua.
Bagaimana dengan kegiatan kemanusiaan, misalnya saat bencana alam?
Da’i-da’i Parmusi pernah diturunkan selama tiga bulan ketika bencana alam Pasigala tahun 2018 lalu, masing-masing satu bulan di Palu, Sigi dan Donggala. Ketika gempa bumi di Sulbar, da’i-da’i Parmusi lintas wilayah juga menyalurkan bantuan. Saat itu tercatat kami menyalurkan bantuan sebanyak 4,7 ton pakaian baru yang dikerjasamakan dengan da’i Parmusi Sumatera Barat. Kami ada juga program membantu saudara-saudara kita yang sakit, semisal diabetes, tumor, kanker dengan metode ruqyah syariah, bantuan obat dan pengobatan dan ruqyah massal.
Dalam rangka regenerasi kader, sejauh ini apa yang sudah dilakukan Parmusi?
Kami aktif melakukan pengaderan da’i, di antaranya Khutbah Jumat, Safari Ramadhan dan juga pada hari-hari besar Islam.
Melihat medan dakwah yang begitu luas, kendala apa saja yang paling sering Anda temui bersama tim?
Kami mengalami keterbatasan kendaraan operasional. Setiap kami melakukan ekspedisi dakwah, kami membutuhkan kendaraan dan harus menyewa rental, sehingga kami berfikir bagaimana caranya bisa memiliki kendaraan operasional sendiri sehingga dimanapun kami turun bisa lebih mudah tanpa harus memikirkan sewa rental.
Adakah pengalaman buruk yang ditemui selama menempuh perjalanan dakwah?
Seringkali hampir jatuh di jurang atau terperosok ke semak-semak, karena memang daerah yang dituju itu medannya cukup ekstrem, seperti di Dusun Tompu. Beberapa kali juga kendaraan kami rusak di perjalanan dan harus diganti dengan biaya yang cukup mahal. Kadangkala waktu yang dijadwalkan tiba di tempat tujuan, tidak sesuai dengan rencana atau meleset.
Begitu juga kalau kita masuk ke daerah pulau yang harus menyeberang laut seperti di Awesang, jika kelebihan muatan membuat kami kadang-kadang khawatir jika perahunya tenggelam, apalagi ketika ada ombak.
Melihat banyaknya rutinitas yang memakan waktu dan tenaga, apa yang menjadi motivasi dan semangat Anda bersama tim untuk tidak lelah melakukan itu?
Teman-teman ini terus kami motivasi untuk bekerja dengan ikhlas karena yang menilai kita adalah Allah Subhanahu Wata’ala dan suatu saat apa yang kita perjuangkan tidak akan sia-sia dalam pandangan Allah.
Anda bersama kakak ipar dan adik baru saja mendapatkan award dari Ketum Parmusi Pusat sebagai da’i berprestasi. Kriteria apa yang menjadikan Anda dan saudara bisa meraih penghargaan itu?
Setiap kegiatan dakwah kami selalu laporkan ke pusat. Mungkin inilah yang menjadi penilaian sehingga mendapatkan apresiasi. Untuk itu, terkhusus kami sampaikan terima kasih dari kami da’i bersaudara kepada Parmusi Pusat, karena selain penghargaan, kami juga diberangkatkan umroh gratis bersama kedua orang tua kami. Sekali lagi, kami tidak pernah berharap dan menyangka bisa mendapatkan semua itu. Kami hanya berniat lillahi ta’ala ternyata Allah kasih kami hadiah. Masya Allah.
Terakhir, apa pesan Anda untuk para da’i agar selalu kuat berjuang dalam agama Allah?
Pesan kami, berjuanglah karena Allah, maka Allah akan mudahkan langkah kita di manapun kita berada. Setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Dan Allah ulangi lagi, sesudah kesulitan pasti ada kemudahan” maka siapa yang bersungguh-sungguh, Allah akan berikan jalan. Kami selalu support teman-teman, berjuanglah karena Allah. Dunia akan ada dalam genggaman kita, jika Allah yang menjadi tujuan kita. ***