MATAHARI siang itu sedang terik-teriknya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kelurahan Poboya. Dari kejauhan, sirene ambulance sayup-sayup sampai ke telinga Mahmud dan kawan-kawan.
Sirene, seakan menjadi pengingat ke sembilan orang petugas pemakaman covid itu, agar secepatnya berpakaian hazmat lengkap. Tak lupa dengan perkakasnya sekop dan cangkul.
Juga sirene tersebut, menjadi tanda bahwa satu lagi liang lahat yang sudah menganga itu, akan menjadi milik hamba Allah dengan riwayat terakhir sebagai pasien positif virus corona. Akan tetapi, proses tersebut tak melulu mulus bagi para petugas pemakaman covid.
Sebab, ada saja sejumlah pihak keluarga maupun kerabat yang menolak, jika sang jenazah harus dimakamkan dengan kondisi terbalut isolasi berlapis-lapis atau yang kita kenal sebagai protokol kesehatan.
“Yah ada juga tidak ingin dikuburkan di sini, ada juga tidak suka dengan cara protokol kesehatan, karena kami ini kan hanya pelayanan saja di sini,” ujar Mahmud (50), penggali kubur di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Jum’at (20/8).
Berada di garda terakhir dalam penanganan covid, pada kondisi semacam itu, Mahmud tak dapat berbuat banyak. Sebab, dia tak ingin menambah besarnya risiko profesi yang dilakoninya, bersama ke delapan rekan-rekan pekerja makam covid.
Ia tak menampik, kerap dirinya merasa ketakutan jika sampai terpapar, apalagi secara tak sengaja membawa virus tersebut pada lingkungan keluarganya sendiri.
Mahmud mengaku, jika ketakutan terbesar yang ia rasakan bukanlah berasal dari sang jenazah. Melainkan, dari mereka yang ikut serta melakukan pengantaran jenazah ke tempat pemakaman. Ditambah jika terdapat kerusakan dalam proses penerapan protokol kesehatan pada peti jenazah.
“Karena kalau jenazah itu katanya sudah tidak terlalu berbahaya karena sudah disemprot, tapi tetap saja Pak kita takut juga,” ungkapnya.
Dijauhi Hingga Berdedikasi
Petugas pemakaman, adalah bagian penting dalam penangan covid 19 di pelbagai tempat. Bagian yang tak terpisahkan dari tenaga medis yang kerap mengklaim diri berada di garda terdepan dalam penanganan covid.
Sehari-hari, mereka bertugas menyiapkan lubang makam bagi warga maupun pejabat yang meninggal dunia akibat keganasan virus corona. Tak terkecuali bagi para tenaga kesehatan yang tutup usia dalam perlawanan mulia.
Namun, perlakuan yang mereka terima kerap kali tak sesuai dengan apa yang sudah mereka dedikasikan, yakni menyiapkan tempat peristrihatan terakhir bagi para hamba, yang pulang ke ‘pangkuan’ sang Khaliq.
Mulai dari perlakuan oknum pihak keluarga jenazah, sampai dijauhi tetangga, kerabat, hingga istri dan anak sendiri. Padahal, dengan risiko yang tak ada bedanya dengan orang-orang di garda paling depan dalam penanganan covid 19.
“Awal-awal itu istri menolak karena takut kan. Ya, ada juga beberapa di tetangga itu, ya seperti itu. Jadi biasanya tinggal kita sembilan orang ini saja yang baku kasi semangat untuk memberi pelayanan maksimal dan layak,” curahnya.
Usai melaksanakan tugasnya itu, Mahmud dan delapan orang lainnya perlahan-lahan melangkah ke arah pepohonan. Sejenak merehatkan tubuh rentanya, yang sejak tadi sudah bermandikan keringat. Sesekali sambil mengamati satu persatu bumbungan tanah kuburan itu, kemudian ia berdoa setulus hati kiranya pemilik lubang Husnul Khotimah.
Setelahnya, para petugas pemakaman ini akan melepas seluruhnya pakaian hazmat tersebut untuk dibakar, lalu pulang ke rumah. Namun jika telephone mereka berdering, ada lagi yang akan dimakamkan, maka mereka terpaksa harus kembali.
Perhatian Yang Seharusnya
Melakoni profesi sebagai penggali makam covid sejak tahun lalu, Mahmud dan kawan-kawan, hingga Selasa 17 Agustus 2021 yang lalu, telah menggali 230 lubang liang lahat di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Poboya, Kota Palu.
Bekerja dalam bayang-bayang virus corona, sudah sepantasnya jika para petugas pemakaman itu mendapat perhatian serius dari pihak-pihak terkait dalam hal ekonomi maupun kesehatannya.
Sebab, upah yang berkisar Rp1,5 juta sampai Rp5 juta tak akan sebanding dengan akibat jika sampai kehilangan nyawa akibat terpapar virus ganas itu.
Kata Mahmud, dalam proses pembayaran upah itu hingga kini belum terdapat kendala apapun dari pemerintah setempat. Selain itu, juga ada pihak-pihak yang tanggap memberi perhatian pada sembilan petugas pemakaman ini. Salah satunya, datang dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) Palu belum lama ini.
“Yah ada paket buah-buahan serta pangan juga yang kita berikan pada mereka, karena kita menilai mereka tidak kalah pentingnya dalam penanganan covid 19 di Palu. Dan sejauh ini peran mereka begitu terlihat dimata kita dimata masyarakat yah, semoga ujian virus ini cepat berlalu dan semua diberi kesehatan oleh Allah Subhana Wata’ala,” ungkap Kepala Cabang ACT Palu Nana Achdar, usai membagikan sejumlah paket sembako ke petugas pemakaman di TPU, Kelurahan Poboya, Kota Palu.
Bekerja sebagai petugas pemakaman maupun penggali lubang liang lahat pasien covid, tentu bukanlah harapan bagi Udin, Mahmud, Sultan Nawar, Dayat, Ifin, Agus, Anto, Ardin dan Putra. Sebagaimana kita yang tak pernah berharap sedikitpun akan kehadiran dari virus corona.
Reporter: Faldi
Editor: Nanang