DONGGALA – Setelah melakukan penelitian selama tiga bulan, akhirnya tim peneliti yang difasilitasi Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Donggala tentang Chung Hwa School Donggala rampung dengan menghasilkan beberapa rekomendasi.

Penelitian bekas sekolah Chung Hwa School atau dikenal Sekolah Cina Donggala diketuai Suyuti salah satu akademisi dan sejarawan dari Universitas Tadulako (Untad) dengan anggota tim Khaeruddin (dosen FKIP Untad), Mohammad Sairin (Sejarawan UIN Datokarama), Iksam Djorimi (Arkeolog), Andrifal (sejarawan Donggala) dan Zulkifly Pagessa (Arsitek).

“Keberadaan gedung bekas Sekolah China Donggala ini memiliki sejarah panjang cukup penting bagi perkembangan pendidikan di Sulawesi Tengah, khususnya di Kota Donggala. Pendirian sekolah itu sudah ada sejak zaman pemerintah Hindia Belanda tahun pendirian 1924,” ungkap Mohammad Sairin dalam pemaparan seminar belum lama ini.

Seminar hasil penelitian tersebut, Zulkify Pagessa dan Iksam memaparkan tentang bagaimana jaringan pelayaran dan perdagangan Cina ke Donggala. Diperkirakan sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam, ditandai banyak temuan arkeologi keramik di berbagai tempat dikawasan perairan Teluk Palu yang kemudian menjadi koleksi museum Sulawesi tengah. Termasuk bahan keramik yang menjadi koleksi perorangan yang zaman dahulu dijadikan wadah upacara adat bagi masyarakat Kaili.

Berdasarkan hasil seminar tentang Chung Hwa School Donggala diungkapkan dari aspek sejarah, arkeologi, arsitektur dan kependidikan. Di antara rekomendasi yaitu mendorong pemerintah daerah menetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya, perlu dilakukan rekonstruksi bangunan secara baik dengan mengembalikan pada keaslian pada beberapa bagian, ke depan dapat dijadikan museum Kota Donggala, salah satu tujuan kunjungan wisata budaya dan lainnya.

Reporter : Jamrin

Editor : Yamin