Moh. Ahlis Djirimu

Putaran Piala Dunia Qatar 2022 memasuki tahap perempat Final. Kalah dan menang silih berganti sebagai pasangan kehidupan. Apakah kita dapat memaknai untaian kata-kata dalam  Theme song World Cup Qatar 2022? C’est la vie, inilah kehidupan. Cheb Khaled, membawakan dengan apik beberapa cuplikan kata berikut. On y va…tous le monde..bermakna let’s go…forza dalam bahasa Itali merupakan ajakan bergembira para penduduk dunia dari mana pun anda berasal tanpa membedakan laki-laki perempuan, suku, agama, kelas sosial yang tinggal di atas satu daratan bumi untuk saling kenal-mengenal. Pencipta theme song terkesan pada Surat Al-Hujurat Ayat 13. Al-Hujurat yang berarti kamar-kamar tersekat-sekat dalam masing-masing kamar, tetapi dipersatukan oleh kohesi sosial sesama mahluk Allah yang tinggal di muka bumi. Kesalahpahaman berakar masalah pada belum saling mengenal. Qatar berhasil mengajar penduduk bumi berkohesi sosial di negara nan kecil yang seperempat hari dikelilingi, pasti tuntas di semenanjung Teluk Persia.

Se souvenir de toi..Malgre toi, merupakan kata-kata halus dalam bahasa Prancis yang bermakna Qatar akan tetap mengenang anda semua yang bergembira pada perhelatan empat tahunan ini. Rp400 triliun bukan harga yang tidak sedikit bagi suatu negara menjadi penyelenggara Piala Dunia yang kultur olah raganya bukan sepak bola. Namun, kohesi sosial dunia lebih tinggi dari nilai tersebut. Sebagai negara kecil anggota Gulf Cooperation Council (GCC) Qatar menunjukkan pada dunia, menunjukkan bahwa negara yang bertengkar sesama tetangga, menyindir negara yang arogan dalam hegemoni geo politik, menyindir pada negara tetangganya anggota Dewan Kerjasama Teluk, walaupun anda memusuhi Qatar, memutus hubungan diplomatik beberapa tahun lalu, menunjukkan pada Eropa, Afrika bahwa sepak bola dapat menjadi solusi dunia. Qatar juga menunjukkan pada dunia, bahwa dari Qatar, anda dihargai diberi kenangan indah tak terlupakan, bila anda menghargai agama, adat-istiadat kami. Anda akan dirahmati sang pencipta bila ajarannya anda patuhi.

Tanpa penonton, apalah jadinya perhelatan ini, bila bangku penonton kosong melompong. Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran bagi kita, kemenangan Bayern Munich 1-0 atas Paris Saint Germain terasa kurang tanpa gegap gempita penonton. Apresiasi Qatar pada penonton ini terungkap dalam makna kata “Malgre-Toi”, berkat kamu perhetalan ini menjadi hidup..inilah kehidupan.

Menang dan kalah adalah pasangan kehidupan. Para pemain sudah menunjukkan skillnya di lapangan. Kerja kolektif telah dilakukan. Menang maupun kalah membuat pemain dapat menerima kenyataan. Penonton larut dalam kegembiraan dan kesedihan. Pemenang memunculkan euforia, yang kalah terkadang sulit menerima kenyataan. Pengalaman menentukan. Kemenangan bagi semua adalah pertemanan sesama penduduk bumi. Saya begitu terkesan pada 1994 di Athena Stadium, Final Liga Champion berakhir 4-0 bagi kemenangan Associazione Calcio Milan atas les catalins de Barcelona. Demikian pula ketika di Estadio de Roma pada 2009 yang berakhir dengan Kemenangan Barca 2-0 atas MU. Ketika pertandingan berakhir, pendukung Barca langsung memberikan selamat pada pendukung Milan, penonton MU memberikan selamat dan standing ovation pada pendukung Barca. Tukar-menukar nomor kontak dilakukan karena di suatu saat, mereka akan dipertemuan, dipersatukan dalam satu stadion layaknya satu keluarga. Barca menerima pelajaran atas kekalahan 1994, karena superioritas selama penyisihan Liga Champion dikalahkan oleh satu ucapan pandang enteng dari Johan Cruyft. Pelajaran mahal bagi Andonni Zubizareta, Hristo Stoickov dan Romario Faria.

C’est la vie…itulah makna kehidupan termasuk kalah maupun menang dalam perhelatan pada 2024.

*Penulis adalah Staf Pengajar FEB-Untad