Cerita Pejuang Petani SRI Padi Organik Dampingan PT Vale di Morowali

oleh -
Petani Desa Kolono mengangkat padi organik varietas mentik susu yang akan ditanam di lahan sudah dibajak.Sabtu (11/2) Foto : IKRAM

CUACA pagi hari terlihat begitu bersahabat. Panasnya tidak terlalu menyengat kulit, Yusuf, Rudin, Faisal telah menunggu di lahan persawahan sekitar 30 are di Desa Kolono, Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali, Sabtu (11/2).

Yusuf dan rekannya akan melakukan panen padi organik yang di tanam dengan metode Sistem of Rice Intensification (SRI) menggunakan varietas padi mentik susu. Panen ini merupakan kali kedua musim tanam bagi petani Kolono dampingan pemberdayaan program corporate Social Responsibility (CSR) PT Vale Indonesia, sejak 2021.

Menurut Yusuf, pemberdayaan masyarakat kerja sama Vale, mengembangkan padi SRI organik berdampak pada segi pendapatan dan pembiayaan jauh berbeda dengan pertanian konvensional.

Ia menjelaskan, pada pertanian konvensional, mereka (petani) terlalu banyak menggunakan pupuk kimia, semprot rumput dan kali ini semua tidak digunakan lagi, tapi mengandalkan pupuk dan pembasmi hama alami denga bahan-bahan berada di sekitar.

“Bisa memangkas biaya sampai 50 persen, dari Rp3 juta/hektare pertanian konvensional,” ucap Yusuf merupakan ketua kelompok belajar tani Kolono.

Ia menyebutkan, selama ini petani hanya mengandalkan pestisida, tapi dengan sistem perangkap dibuat dari botol minuman mineral bekas, semua hama bisa masuk, dengan meletakkan umpan sisa kotoran usus ikan atau usus ayam.

“Walangsit lebih suka dengan yang busuk dan masuk ke dalam perangkap,” sebutnya.

Selain walangsangit kata dia, sebagaimana diketahui musuh petani lainnya gulma (rumput), tapi dengan sistem grassroot digunakan, semua dapat teratasi.

BACA JUGA :  Rudy Dewanto Dilantik sebagai Pj Sekda Provinsi Sulteng

Ia menuturkan, ada beberapa alasan bagi mereka mengunakan pertanian organik, dibandingkan pertanian konvensional. Hal pertama kesehatan dan ramah lingkungan.

“Dengan sistem organik, bahan kimia tidak lagi mencemari tanah kita, otomatis kembali subur,” bebernya.

Contohnya ungkapnya, seperti tanah saat ini yang dulunya kritis, sekarang sudah mau panen/ Setelah dilakukan secara organik pemberian kompos dan pengolahan standar, Alhamdulillah tanahnya subur kembali.

Selanjutnya akunya, dalam hal penghasilan, bila menggunakan pertanian konvensional hasil panen dalam 1 hektare (Ha) bisa menghasilkan 3 ton, tapi dengan sistem organik bisa capai 4,6 ton/hektare. Harga per 1 kilogramnya beras organik Rp20 ribu.

Jumlah petani desa Kolono sendiri beralih dari konvensional, ke organik, seiring waktu terus bertambah dari awalnya 5 orang, saat ini sudah mencapai 21 orang. Begitupun desa lainnya menjadi dampingan PT Vale dalam pertanian organik seperti Ululere, Bahomotefe dan Bahomoahi terus bertambah.

“Jadi ada peningkatan, sebab masyarakat sudah melihat keberhasilan dan manfaatnya, baru dia (petani) lakukan.

“Kami ini pejuang SRI Organik, supaya masyarakat bisa lihat dampak bagi kesehatan dan lingkungan,” tutur Yusuf sering mendapat pelatihan dari PT Vale terkait pertanian organik.

Namun di balik itu ada tantangan dihadapi Yusuf dan rekannya belum dapat memenuhi permintaan pasar. Olehnya mereka berupaya setiap tahun dapat terus meningkatkan pertanian padi organik tersebut, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar.

Tentunya hal ini menurutnya perlu sarana pendukung seperti alat pengolahan tanah, alat penyiangan dan pengolahan kompos, mesin pencacah, kandang penampung kotoran hewan (kohe). Apabila ada upaya PT Vale mengatasi kekurangan prasarana dilapangan, masyarakat sangat bersyukur.

BACA JUGA :  Agenda Reses DPRD Sulteng, Muharram Temukan Masalah Pada Infrastruktur Pertanian

Sehingga dengan prasarana pendukung memadai bisa lebih meningkatkan hasil pertanian organik guna memenuhi permintaan pasar. Saat ini saja mereka (petani) belum bisa memenuhi permintaan PT Vale, setiap bulannya membutuhkan 500 kilogram.

“Baru sebagian saja, kami bisa penuhi,” pungkasnya.

Yusuf dan rekannya panen padi organik turut dihadiri perwakilan PT Vale di Desa Kolono, Kecamatan Bungku Timur, Kabupaten Morowali. Sabtu (11/2). Foto: IKRAM

Hal serupa disampaikan petani belajar dari Desa Ululere Rudin telah memasuki musim tanam ketiga padi SRI organik, sangat berterimakasih kepada PT Vale. Hadirnya PT Vale membuat petani binaan menjadi cerdas.

“Pada awalnya bertani secara konvensional menggunakan pupuk kimia berdampak lingkungan,kini beralih menjadi petani SRI organik, sehat dan ramah lingkungan,” tuturnya.

Dampak lainnya kata dia, dari segi hasil dan pembiayaan turun sampai 50 persen dari biaya bajak, semprot,pupuk. Sebab semua menggunakan bahan alami dan dibaiat sendiri.

Ada tiga kriteria rumput atau tumbuhan digunakan pembasmi hama, yaitu bau menyengat, pahit dan pedis. Termasuk dengan menamam bunga-bunga tertentu di pematang sawah, guna mengalihkan hama dan mengundang musuh alami hama, serangga pemangsa hama lainnya.

Rudin pun lalu menjelaskan pengolahan tanah kini masuk musim tanam ketiga di lahan olahannya untuk SRI Padi organik.

Awal kata dia, tanah akan mau ditanami dibajak ,lalu didiamkan sekiranya 20 hari atau sebulan lalu dialiri air.

BACA JUGA :  Rektor Untad Sebut Pancasila Sebagai Bintang Penuntun Keberagaman

Selanjutnya menurutnya, dikeringkan selama tiga hari menunggu proses perataan dan pembuatan parit, pengarisan dan penghamburan kompos. Lalu ditanami bibit padi dengan jarak tertentu, telah lebih dulu disemai di tempat lain sudah berusia sekitar 10 hari.

“Setelah ditanami, setiap 10 hari gulma di sekitar dibersihkan dengan gunakan alat penyiang gulma groos root, lebih dulu mengaliri air ke lahan,” katanya.

Kemudian ujarnya, dikeringkan kembali dan melihat serta mengamati pertumbuhan padi apa yang dibutuhkan apakah micro organisme lokal (mol) dibuat dari bahan alami seperti mol nasi, bonggol pisang (bopis), mol Maja, mol buah, mol hewani.

Lalu pemberian kompos sebelum tanam dan sesudah tanam 10 atau 20 hari sesudah tanam. Dan penyemprotan pestisida nabati (pestnab).

“Begitulah sirkulasinya terus menerus,” ujarnya menyudahi.

Community Development Officer PT Vale Indonesia, Salwa mengatakan, ada 13 desa pemberdayaan lingkar tambang PT Vale 10 desa di Kecamatan Bungku Timur dan 3 Desa di Kecamatan Bahodopi.

“Untuk program pertanian organik ,ada empat desa yakni Kolono, Ululere, Bahomotefe, Bahomaoahi, selain padi ada juga sayur dan buah-buahan,” ucapnya.

Skema pendampingan kepada petani meliputi peningkatan kapasitas pengetahuan, menampung hasil panen, hingga pemasaran.

Selain budidaya kata dia , ada kelembagaan soal pemasaran, mungkin ketika sudah banyak petani beralih ke organik, tidak semuanya bisa diserap oleh PT Vale.

“Dan juga mengajukan merk dagang, untuk identitas resmi,” imbuhnya.

Reporter: IKRAM
Editor: NANANG