Ceramah Diatur, MUI Sulteng Anggap Pemerintah Berlebihan

oleh -
H. Syamsudin Chalid

PALU – Kementerian Agama RI dikabarkan akan merumuskan kode etik bagi para penceramah. Kode etik ini diharap, bisa menertibkan para penceramah yang kerap mengedepankan guyonan ketimbang isi ceramah bagi jamaahnya. Bahkan Menteri Agama Lukman Hakim pun mengatakan, dengan adanya kode etik ini, bisa menjaga integritas isi ceramah.

Terkait hal tersebut, Ketua I Majelis Ulama Indonesia(MUI) Sulteng Syamsuddin H Chalid, memberikan pendapat yang berebeda.

Menurut dia, pemerintah dalam hal ini Kemenag, seharunsya tidak mengatur hal-hal detail.

Dia menjelaskan, kode etik itu perlu asalkan tidak menggembosi otoritas para mubaligh. Artinya, para penceramah memiliki spesifikasi tersendiri dalam hal menyampaikan isi ceramahnya.

“Sepanjang kode etik yang diatur pemerintah tidak mengurangi otoritas penceramah, baik sudut akademik, bobot isi dan gaya. Ini gaya berceramah spesifik. Saya mau mencontoh si anu, tidak bisa, saya orang serius,” ungkap Syamsuddin, belum lama ini.

BACA JUGA :  Kades: Risnawati, Anggota DPRD Sulteng Pertama yang Lakukan Reses di Desa Timbolo

Lebih lanjut dia menjelaskan, tidak dipungkiri sebagian umat atau masyarakat lebih senang penceramah yang kerap mengisi dengan candaan. Karena itu kata dia, tidak layak melarang orang  untuk bercanda, apalagi berceramah. Dengan catatan, materi ceramah harus berbobot dan sampai kepada umat.

“Karena masayarakat suka dengan canda, tapi ada masyarakat akademis ilmuan yang tidak suka guyonan berceramah,” jelasnya.

Menurut dia, kalau kode etik itu terlanjur diatur maka pemerintah terlalu berlebihan.

BACA JUGA :  Reny Lamadjido Ingatkan Pentingnya Pendidikan bagi Kaum Perempuan

Dia juga berharap, Penceramah perlu ada pelatihan untuk meningkatkan sumber daya penceramah.  (NANANG IP)