PALU- Pemerintah Indonesia diduga kuat melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap warga terdampak bencana (WTB), bencana alam 28 september 2018 silam.

“Pelanggaran HAM terhadap para penyintas sudah masuk kategori pelanggaran HAM berat,” kata Direktur Celebes Bergerak,Adriansa Manu dalam keterangan diterima Media Alkhairaat ,Kamis (5/10).

Ia menjelaskan, indikasinya adalah negara dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah, telah secara sengaja membiarkan WTB hidup menderita di Hunian Sementara (Huntara).

“Pemerintah Indonesia telah melakukan kejahatan kemanusiaan yang menyebabkan penderitaan fisik dan mental para penyintas selama 5 tahun tinggal di Huntara,” tuturnya.

Adriansa menyebut sejak masa tanggap darurat berakhir pada 2019, pemerintah dan pemerintah daerah Sulawesi Tengah, tidak lagi memberikan bantuan bahkan MCK di Huntara sudah rusak dan tidak layak lagi.

Ditambah lagi kata dia, pemerintah tidak memberikan bantuan pemulihan ekonomi agar warga terdampak bencana dapat hidup layak selama penantian di Huntara.

“Kalau saja pemerintah memberikan bantuan ekonomi sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka warga terdampak bencana (WTB) tersebut tidak akan merasakan penderitaan selama mereka menunggu pembangunan Huntap,” bebernya.

Lebih lanjut ujar dia, pemerintah dan Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah tidak saja melanggar Undang-undang Penanggulangan Bencana, tetapi juga telah melanggar Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Sebagaimana, pada pasal 9 Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.

Lalu pada ayat 2 dan 3 kata dia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia juga menegaskan bahwa setiap orang berhak tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Menurut Adriansa, pembiaran terhadap WTB bahkan telah menyebabkan kematian yang berulang di Huntara selama kurun waktu 5 tahun.

“Kami menemukan ada WTB yang bunuh diri dan ada yang meninggal dunia karena faktor ekonomi,” ungkapnya

Berdasarkan data yang dihimpun Celebes Bergerak selama kurun waktu 5 tahun terdapat 3 kasus bunuh diri terjadi di Huntara Kota Palu. Hasil investigasi Celebes Bergerak juga menyebut selama rentang waktu 5 tahun ada sekitar 12 orang meninggal dunia di Huntara.

“Kami menduga kuat kasus kematian tersebut disebabkan oleh faktor ekonomi dan tekanan mental selama mereka tinggal di Huntara,” katanya.

Lalu, kondisi Huntara yang sudah tidak layak huni membuat para WTB mengalami depresi dan membuat mereka jatuh sakit hingga meninggal dunia.

“Jika terus dibiarkan saya yakin akan ada lagi korban selanjutnya. Ditambah lagi, mayoritas penyintas ini banyak yang tidak memiliki pekerjaan tetap,” ucapnya.

Selain itu, pihaknya juga melihat ada indikasi pelanggaran hak sipil, ekonomi dan sosial terhadap warga terdampak bencana di Sulteng.

Bahkan, menurut Adriansa Celebes Bergerak mendapat 37 aduan kekerasan dan pelecehan seksual dari warga terdampak bencana di Huntara. Beberapa diantara korban kata dia merupakan anak dibawah umur.

“Banyak variabel kasus kami temukan di Huntara, rata-rata disebabkan oleh faktor ekonomi akibat tidak hadirnya Negara mengurusi WTB di Huntara,” imbuhnya.

Adriansa berharap dugaan pelanggaran HAM berat terhadap WTB di Sulteng, mendapat respon dari Komnas HAM Republik Indonesia.

“Komnas HAM harus datang untuk melakukan investigas mendalam atas temuan kami. Jangan sampai Komnas HAM RI juga ikut membiarkan pelanggaran HAM tersebut,” katanya.

Adriansa mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat kepada Komnas HAM RI sejak 12 April 2022. Namun, Komnas HAM RI tidak memberikan respon. (**/IKRAM)