MAKASSAR – Pemerintah diminta segera mengambil langkah terstruktur guna mencegah terjadinya konflik tenurial pada kawasan hutan di Tanamalia, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Menurut Presidium Dewan Kehutan Nasional (DKN) Abdul Rahman Nur, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) juga mesti menegaskan penegakan hukum di Tanamalia agar perambahan, alih fungsi lahan hingga klaim penguasaan lahan hutan negara oleh sekelompok masyarakat, tidak berlarut yang justru berpotensi menimbulkan permasalahan sosial di wilayah itu.
Langkah tersebut dinilai sangat mendesak dilakukan, mengingat Tanamalia merupakan kawasan hutan yang sebahagian telah memiliki izin oleh perusahaan tambang yang mengantongi izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Pembukaan lahan, perambahan dan aktivitas lainnya di dalam kawasan hutan negara harus mengacu pada aturan, masyarakat yang berladang pada area hutan negara harus memiliki izin dari kementerian KLHK, di luar itu adalah ilegal dan rentan bersinggungan dengan hukum,” ujarnya, Rabu (26/07).
Rahman menguraikan, langkah penegakan hukum dari KLHK bersama dengan pihak terkait yang didorong bukan berorientasi pada upaya penyingkiran masyarakat/petani penggarap lahan hutan Tanamalia, tetapi guna lebih mendorong terciptanya resolusi penyelesaian konflik tenurial di kawasan tersebut.
Upaya itu diyakini pula bisa menyadarkan masyarakat yang masih berladang di area hutan negara bahwa aktivitas mereka diklasifikasikan ilegal, dan justru bisa membuat ekosistem hutan menjadi rusak karena pembukaan/perambahan dilakukan secara massif dan serampangan.
“Kita mengenal prinsip tata kelola hutan, penggunaan kawasan hutan apalagi itu statusnya adalah hutan, maka masyarakat tidak dibenarkan jika kemudian melakukan perambahan lalu mengklaim sebagai lahan penguasaannya. Tetapi jika masyarakat ingin yang legal, itu ada solusinya, melalui pola kemitraan,” ujarnya.
Dia melanjutkan, identifikasi titik pada wilayah hutan yang merupakan wilayah konsesi Tanamalia yang belum terkelola bisa dimanfaatkan masyarakat, namun mesti melalui pola kemitraan bersama pemegang konsesi.
Sehingga, pemegang izin PPKH bisa membagi membagi area konsesi dengan masyarakat sekitar, namun tetap mendorong masyarakat untuk mengelola ladang tersebut secara legal.
“Sebaiknya KLHK dan pemerintah terkait melibatkan pemerintah kabupaten, kemudian perusahaan pemegang konsesi serta masyarakat untuk bisa mencari jalan keluar. Karena masyarakat juga membutuhkan sumber penghidupan, tapi jangan juga yang ilegal. Kita mau cari solusi supaya masyarakat bisa hidup tapi secara legal,” kata Rahman. *