PALU- Penulis Elex Media Kompas Gramedia Khoirul Anam menyebut salahsatu cara mendeteksi berita hoaks adalah biasanya terdapat banyak salah ketik, sebab media mainstream tidak mungkin salah ketik.
“Paragraf pertama dan titik, komanya berantakan itu bisa dipastikan hoaks,” kata Anam sepanjang pengetahuannya sebagai editor dan jurnalis dalam sharing session “Berita Hoaks dalam Ranah Digital,” talkshow Festival Media di Jodjokodi Convention Center (JCC), Jalan Prof. Moh. Yamin, Kota Palu, Sabtu (10/12).
Ia mengatakan, dan sejak media digital ramai produksi dan diseminasi berita hoaks itu makin tinggi.
“Berita hoaks banyak muncul dari para pembuat berita,” ucapnya.
Dan paling sulit kata dia, dari memerangi berita hoaks itu adalah kenyataan bahwa media-media menyebarkan berita hoaks yang didukung kekuasaan.
Selain itu kata dia, dalam teknologi media digital terbaru, seseorang dapat membuat video hoaks dengan menampilkan gambar dan suaranya.
Olehnya kata dia lebih berbahaya video bohong ketimbang berita bohong. Menurutnya berita bohong, dapat dengan mudah mengeceknya,
Founder Sikola Pomare Yaumul Masri mengatakan, berkat perkembangan digital, mereka pegiat literasi bisa melipatgandakan dampak kepada anak-anak, tapi dampak buruknya ada yang mencatut Sikola Pomore tanpa izin. Ini sangat merugikan.
Ia mengatakan, berita bohong itu dapat berkembang tergantung masyarakat menyikapi, seperti hal gempa 2018 silam dan Covid -19 .
“Kala gempa 2018 dan Covid -19 ada masyarakat terpengaruh dengan isu-isu berkembang belum tentu kebenarannya,” pungkasnya.
Dekan Fisip Universitas Tadulako Prof. Khairil menyebut setiap dari diri kita menyimpan rekam jejak digital. (IKRAM)