Untuk pertama kalinya, sembilan komunitas anak muda Poso berkumpul bersama dalam kegiatan kolaboratif, sejak tanggal 8 hingga 10 Agustus 2024.

Kegiatan yang dikemas dalam bentuk camping ini merupakan proses kolaborasi yang telah dilakukan oleh komunitas sejak Desember 2023. Camping dengan nama Padu Satu menggambarkan semangat ke-sembilan komunitas untuk menampilkan karya-karya kreatif yang sudah mereka buat selama 8 bulan terakhir dengan 3 topik utama yaitu toleransi, lingkungan dan kebudayaan.

Ke-9 komunitas ini adalah Komunitas Kayuhitam, Komunitas Tidak Production, Kurang Kreatif, Okotaka, Orang Tokorondo, Dongeng Poso, Mosikola Teologi, Jelajah Budaya, dan Komunitas Poso Scooter.

Mereka mendapatkan hibah partisipatif dari Joint Initiative Strategics for Religion Action (JISRA) Global  yang dilaksanakan oleh Institut Mosintuwu. JISRA merupakan sebuah konsorsium tujuh negara di dunia untuk aksi agama-agama.

100 anak muda lintas agama dan suku dari 27 desa/kelurahan turut berbaur di sini. Sebagian dari mereka adalah anggota komunitas, sementara yang lainya merupakan komunitas kampus dan sekolah yaitu dari Sekolah Tinggi Agama Islam dan SMA Negeri Harmoni, serta komunitas Saya Pilih Bumi.

Mereka mengikuti serangkaian kegiatan mulai dari jelajah budaya, seminar, workshop, pementasan dongeng dan panggung musik yang ditampilkan oleh komunitas anak-anak muda Poso.

Dewi Tadonggu, Ketua Camping Padu Satu, menjelaskan, tema camping ini adalah menjelajah, bermimpi dan menemukan.

“Tema ini adalah gambaran semangat dari kolaborasi kreatif komunitas anak muda lintas agama Poso,” jelas Dewi.

Dewi menceritakan bahwa selama 8 bulan, komunitas-komunitas menjelajahi ruang-ruang kerja sama antar agama, lintas suku dan dengan berbagai perbedaan.

Kata dia, Camping Padu Satu merupakan usulan dari Komunitas Jelajah Budaya, Komunitas Mosikola Teologi dan Komunitas Poso Scooter.

“Camping Padu Satu ini akan menjadi momentum bersama lintas agama anak muda Poso untuk terus menguatkan langkah kolaborasi untuk Poso yang damai dan adil,” ujar Dewi yang merupakan anggota Komunitas Jelajah Budaya.

Dia mengatakan, meskipun panitia hanya mengajak 200 anak muda untuk ikut dalam camping, namun siapapun bisa bergabung secara mandiri untuk mengikuti acara-acara yang sudah disiapkan panitia.

Camping ini bebas dari sampah plastik. Karena itu, Dewi meminta kepada para pengunjung yang ingin hadir dalam acara untuk membawa perlengkapan minum seperti tumbler atau kotak makanan sendiri.

Avi, selaku Koordinator Acara Camping dari Komunitas Mosikola Teologi, mengatakan, proses kerja sama dan kolaborasi lintas agama dan suku yang mereka lakukan, menjadi proses untuk saling menguatkan jati diri sebagai anak muda Poso.

Camping Padu Satu akan berakhir pada Sabtu, 10 Agustus 2024 dengan kegiatan khusus peluncuran album musik SatuAra yang menghadirkan musisi-musisi lokal Poso.

FOTO: IST

Di hari sebelumnya, berlangsung peluncuran film “Sekandung Badan“ produksi Komunitas Kayuhitam.

Komunitas kayu hitam memproduksi film dengan latar belakang cerita hubungan keluarga Muslim dan Kristen di Poso pascakonflik kekerasan.

Proses produksi film ini mengajak anak muda dari dua komunitas Islam dan Kristen bekerja sama di belakang layar dan sebagai pemeran dalam film.

Sementara itu, Komunitas Tidak Production yang terdiri dari para fotografer menggelar seri workshop dan memproduksi 100 foto bercerita yang mengangkat kisah toleransi, budaya dan lingkungan di Kabupaten Poso.

Di bagian lain, Komunitas Okotaka dan Komunitas Orang Tokorondo bekerja sama antar komunitas dengan latar belakang wilayah mayoritas Islam (orang Tokorondo) dan wilayah mayoritas Kristen (Okotaka) bertemu dalam isu dan kegelisahan tentang pengelolaan sampah dan plastik sekali pakai di Kabupaten Poso.

Sedangkan Komunitas Dongeng Poso merupakan kolaborasi antar anak muda Poso dalam menjaga cerita rakyat Poso dengan cara menceritakan ulang dan mendokumentasikannya melalui Panggung Dongeng Poso.

Lain lagi dengan Komunitas Kurang Kreatif yang merangkul musisi lokal dari komunitas Islam dan Kristen dengan latar belakang genre musik yang berbeda untuk menciptakan album mini bertemakan toleransi, budaya dan lingkungan di Kabupaten Poso. *