PARIMO – Bupati Parigi Moutong (Parimo) , Erwin Burase, menegaskan akan menghentikan sementara aktivitas survei seismik tiga dimensi yang dilakukan pihak ketiga, PT Ecotropica, menyusul keluhan dan protes nelayan di wilayah Teluk Tomini.

Penegasan itu disampaikan Erwin Burase di hadapan massa aksi yang mengatasnamakan Himpunan Nelayan Teluk Tomini, saat penyampaian aspirasi di Parigi, Senin (22/12).

Ia menyatakan, sejak awal pemerintah daerah telah mengingatkan agar pelaksanaan survei dilakukan secara hati-hati dan tidak merugikan nelayan. Menurutnya, kegiatan tersebut seharusnya baru dijalankan setelah ada kesepakatan yang jelas, termasuk kepastian mekanisme ganti rugi.

“Saya sudah sampaikan dari awal, jangan sampai masyarakat kita dirugikan. Kegiatan ini seharusnya dilakukan setelah ada kesepakatan, termasuk ganti rugi yang jelas,” ungkapnya.

Kata dia, pemerintah daerah justru menerima pengaduan dari nelayan terkait pemutusan rompon yang terjadi pada 9–11 Desember 2025. Tindakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan awal yang telah dibangun sebelumnya.

“Ini berarti ada pelanggaran kesepakatan. Beberapa hari setelah pertemuan, justru masuk pengaduan bahwa pemutusan rompon sudah dilakukan,” jelasnya.

Ia mengaku mengikuti secara langsung proses penyampaian aspirasi nelayan sejak siang hingga malam hari. Dari hasil evaluasi tersebut, ia menilai terdapat persoalan serius yang berpotensi merugikan masyarakat pesisir.

Ia mengambil langkah cepat dengan memutuskan penghentian sementara seluruh aktivitas lapangan, hingga ada kejelasan dan kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak.

“Jika belum ada kesepakatan yang jelas, maka aktivitas lapangan harus dihentikan,” katanya.

Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Kabupaten Parimo telah menyusun berita acara kesepakatan bersama dan akan menyurati secara resmi Gubernur Sulawesi Tengah serta kementerian terkait untuk meminta peninjauan kembali pelaksanaan survei tersebut.

Ia menegaskan tanggung jawab PT Ecotropica atas rompon nelayan yang telah terlanjur diputus, termasuk kewajiban memberikan ganti rugi sesuai kesepakatan awal.

“Yang sudah terlanjur diputus harus diganti. Tidak boleh ada lagi gangguan terhadap aktivitas nelayan,” tegasnya.

Selain itu, pemerintah daerah akan segera menggelar rapat lanjutan dengan melibatkan pihak perusahaan, dinas teknis terkait, serta perwakilan nelayan guna membahas mekanisme ganti rugi dan keberlanjutan mata pencaharian nelayan.

“Sementara ini, saya minta aktivitas lapangan dihentikan. Kami akan menyampaikan secara resmi kepada dinas kelautan untuk meneruskan penghentian kegiatan,” pungkas.