DONGGALA – Blok North Ganal dan Blok Rapak di kawasan selat Makassar kini telah memasuki tahap pengembangan setelah disetujuinya Plan of Development (POD) I pada tahun 2024.

Hal ini mendapat respon dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Donggala.

Bupati Donggala, Vera Elena Laruni, menegaskan, Donggala adalah salah satu wilayah yang terdampak langsung oleh aktivitas eksplorasi Blok North Ganal dan rapak tersebut.

Posisi geografis Donggala yang memiliki garis pantai panjang di sisi barat Sulawesi Tengah menempatkan kabupaten ini tepat di hadapan area operasi Blok North Ganal dan Rapak.

Blok ini dikelola oleh Eni Indonesia dan menjadi bagian penting dari proyek migas nasional Indonesia Deepwater Development (IDD).

Menurut Bupati Vera, kegiatan eksplorasi dan pengeboran yang dilakukan di wilayah lepas pantai Selat Makassar memiliki dampak langsung terhadap masyarakat Donggala, khususnya para nelayan dan komunitas pesisir.

“Aktivitas kapal-kapal seismik, rig pengeboran laut dalam, serta operasi logistik dan supply chain yang melintas di perairan sekitar telah mempengaruhi akses nelayan terhadap wilayah tangkap dan menimbulkan kekhawatiran atas dampak lingkungan jangka panjang,” ujar Vera, Ahad (29/06).

Menurut Vera, Pemkab Donggala memiliki hak atas Participating Interest (PI) sebesar 10 persen sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016.

Dalam aturan itu, PI wajib diberikan kepada daerah terdampak langsung, sebagai bentuk keadilan dan partisipasi daerah dalam pengelolaan sumber daya alam nasional.

Selain PI, Donggala juga menuntut pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) migas yang adil, karena sumber daya yang diambil dari laut yang berdampak pada daerah seharusnya memberikan kontribusi fiskal langsung bagi pemerintah daerah yang bersangkutan.

Vera menambahkan, Donggala tidak menuntut lebih dari yang menjadi hak konstitusional daerah.

Menurutnya, selama ini pemerintah daerah telah menunjukkan sikap konstruktif dan terbuka, namun tidak akan tinggal diam jika potensi dan dampak migas yang begitu besar tidak diikuti dengan pengakuan hak dan kompensasi yang setara.

Pemkab Donggala menyatakan kesiapannya untuk membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) guna menerima dan mengelola hak PI.

Saat ini juga sedang menyiapkan dokumen teknis yang menunjukkan peta kedekatan geografis antara wilayah Donggala dengan lokasi operasi migas, termasuk kajian dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan.

“Dalam waktu dekat, Pemerintah Kabupaten Donggala akan menyurati SKK Migas, Kementerian ESDM, dan Kementerian Keuangan untuk secara resmi menyampaikan permintaan pengakuan hak PI dan DBH, sekaligus mendorong lahirnya kerjasama yang adil dan berbasis data antara pemerintah pusat, kontraktor migas, dan daerah terdampak,” kata dia.

Ia berharap, dalam era keterbukaan informasi dan semangat desentralisasi fiskal, tidak ada lagi praktik eksploitasi sumber daya yang mengabaikan hak dan keberadaan daerah yang menjadi wilayah operasional.

“Ini bukan sekadar soal dana, tetapi tentang prinsip keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan pembangunan daerah,” ucapnya. */JALU