Sejak ratusan tahun, secara turun temurun sekelompok masyarakat di Desa Towale, Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala menggelar ritual memandikan Bulava Mpongeo.
“Upacara adat memandikan bulava mpongeo ini setiap tahun dilakukan dan acaranya cukup menarik karena ada beberapa prosesi dilakukan,” kata Asrhap Lamarauna, seorang pemuda di Desa Towale, belum lama ini.
Benda berbentuk patung kecil berbahan emas dinamai Bulava Mpongeo atau kucing yang mengeong.
Menurut ahli seni rupa dari Donggala Heritage, Zulkifly Pagessa (51), secara kasat mata, bentuk dan corak bulava mpongeo mengandung unsur Hindu Kuno, karena jarang sekali ditemukan patung Budha yang kembar berdampingan.
Selain itu, kata dia, secara budaya, emas juga sangat identik dengan Hindu yang biasanya digunakan untuk sesembahan atau dijadikan ajimat.
“Ini perlu penelusuran lebih mendalam, jangan-jangan ini menandakan telah ada hubungan antara India dan Travalla di masa lampau,” duga Zulkifly, Senin (26/10).
Sebab menurutnya, jika di Kalumpang daerah Mamuju pada abad ke-2 Masehi telah ada hubungan dagang dengan India yang ditandai penemuan patung Budha Sikendeng oleh A. Cense dan Callenfels, maka bisa jadi sama halnya dengan daerah Travalla di Donggala yang secara historis termasuk negeri yang tua.
Travalla yang diaksud adalah kini dikenal Desa Towale tempat penyimpanan benda Bulava Mpongeo.
Pengidentifikasian negeri Travalla itu disebutkan David Woodard, kapten kapal Amerika yang mengalami penyanderaan di negeri itu tahun 1791-1793.
Dalam buku yang ditulis dan diterbitkan W. Vaughan tahun 1804 itu banyak menceritakan tentang kondisi kehidupan masyarakat dan budaya negeri Travalla pada masa itu. Cuma saja, saat kedatangan Woodard itu, masyarakat setempat sudah memeluk Islam yang taat.
Sementara itu, budayawan Masyhuddin Masyhuda (1935-2000) berpendapat senada dengan Zulkifly.
Dalam buku Palu Meniti Zaman (2000), Masyhuddin yang mengutip Albert C. Kruyt dan S. J. Esser, etnolog dari Belanda, Bulava Mpongeo merupakan patung kecil dari emas zaman Hindu.
Oleh Prof. N. Krom, ahli purbakala di Leiden menyebut, patung-patung kecil seperti di Towale (disebut Tovali) itu terdapat pula di Tengger, Gunung Ringgit, Pulau Jawa.
Selain itu, masih menurut Krom, patung itu asalnya dari akhir zaman Kerajaan Majapahit sekitar abad XIV atau XV.
Pada masanya, patung emas dipakai untuk gesper atau pengunci ban ikat pinggang dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Esser, pembuatan benda patung emas itu diluar kemampuan kebudayaan orang Kaili yang disimpan sebagai jimat.
Reporter : Jamrin AB
Editor : Rifay