Heran bercampur tanya, hal itulah yang berkecamuk dalam hati seorang anak yang saat itu duduk di bangku kelas II Sekolah Dasar (SD) Desa Paranggi, Kecamatan Paranggi. Kala itu, tepatnya tahun 1970, Desa Paranggi masih berada di wilayah administratif Kabupaten Donggala saat itu.
Keheranan yang dimaksud adalah melihat begitu banyak wanita dikampungnya yang memakai kerudung putih.
Sang anak tersebut bertanya kepada tantenya yang mengajar di Madrasah Ibtidaiya.
“Kenapa banyak orang yang memakai kerudung putih”? tantenyapun menjawab bahwa sekolah ini adalah sekolah Guru Tua.
Itulah ilustrasi singkat yang diungkapkan Ustadz Narjun Bahmid di awal mengenal nama Al-Alimul Allamah, HS. Idrus Bin Salim Aljufri (Guru Tua).
Sejak itu, pria yang lahir tahun 1962 itu terus terbayang Alkhiaraat dan bermimpi dikejar cahaya.
Setelah tamat SD, dia masuk Madrasah Mualimin Ampibabo untuk mendapatkan ijazah Ibtidaiyah yang dipimpin Ustadz Daud Toandu yang notabener merupakan keluarga ibunya.
Di tahun 1975, Narjun melanjutkan pendidikannya ke Kota Palu di MTs Alkhairaat Pusat. Selama di Palu, dia tinggal bersama keluarganya yakni Ustadz Fakihu Ibrahim.
Di MTs yang dipimpin Ustadz Bahrain, Narjun merupakan salah satu siswa yang dikenal baik oleh rekan sekolahnyanya, seperti Ridwan Yalidjama dan Muhammad Kasuba.
Selama tiga tahun di MTS Alkhairaat Pusat Palu, dia melanjutkan ke Madrasah Aliyah Alkhairaat pada 1979. Namun karena memiliki kemampuan diatas rata-rata, dia pun tidak lagi sempat duduk di bangku kelas II, tapi langsung lompat ke kelas III.
Selesai menamatkan di MA Alkhairaat tahun 1980, pada tahun 1981 Narjun ditugaskan untuk mengajar di MTs Desa Paranggi, Kecamatan Ampibabo
“Setelah tamat, saya langsung ditugaskan untuk mengajar, kalau istilahnya sekarang PPL. Jadi dulu itu pada pendidikan Alkhairaat sudah ada tugas lapangan bagi siswa,” terang Ustadz Narjun.
Selama satu tahun mengajar di MTs Alkhairaat di Kecamatan Ampibabo, dia kembali ke Kota Palu untuk kuliah. Selama kuliah, dia sudah ditugaskan mengajar di MTs Alkhairaat Taopa, Desa Taopa dari 1987 sampai 1988.
Setelah itu, dia sipercayakan membuka madrasah di Desa Baliase Kecamatan Marawola. Kini, dia telah dipercayakan mengemban tugas sebagai Ketua Cabang Yayasan Alkhairaat Kecamatan Marawola sekaligus bekerja di Kemenag Donggala.
“Saya cinta Alkhairaat dan saya mungkin salah satu dari sekian banyak abnaulkhairaat yang fanatik dengan Alkhairaat. Saya selalu ingin menangis ketika berbicara tentang Alkhiaraat karena saya mengingat bagaimana perjuangan Guru Tua yang dengan gigih menjalankan syiar dan membawa pendidikan agama ke pelosok-pelosok,” ungkapnya dengan mata sedikit berkaca, seolah merasakan kembali kebesaran Alkhairaat yang dibawa Guru Tua.
Sebagai abnaulkhairaat, lanjutnya, dia memiliki kewajiban untuk membesarkan Alkhairaat dalam konten apapun, tidak hanya pendidikan akan tetapi sosial kemasyarakatan.
“Jadi siapapun yang mengaku abnaulkahairaat, lantas dia meningalkan Alkhairaat, maka akan susah hidupnya,” tekannya.
Menurutnya, salah satu yang dilakukan untuk menumbuhkan khitah Alkhairaat yaitu pelajarannya, dalam artian memunculkan kembali materi pendidikan atau mata pelajaran yang diajarkan oleh Guru Tua.
“Tentuhya dengan Haul Guru Tua yang ke-49 ini para abnaulkhairaat akan semakin memerkokoh rasa persatuan untuk mengembangkan Alkhairaat,” katanya.
Ustadz Narjun sendiri merupakan seoarang seniman yang sudah banyak menelorkan karya-karya seperti puisi.
Salah satu puisinya yang terkenal adalah “Amanat Guru Besar” yang pernah dibacakan saat Mukernas Alkhairaat di Kota Ternate, tahun 2007 silam. (HADY)