SALAKAN, BANGKEP – Dua penulis, Maria Pankratia dan Ikerniaty Sandili menyambangi SMA Negeri 1 Tinangkung, di Salakan, Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) dalam sesi bincang literasi yang diinisiasi Yayasan X-School untuk Indonesia dan SMA Negeri 1 Tinangkung, Selasa (12/09).
Sesi bincang literasi bersama kedua penulis yang sebelumnya hadir dalam kegiatan Festival Sastra Banggai (FSB) di Luwuk itu dihadiri 60 siswa yang merupakan perwakilan 11 kelas.
Kepala SMA Negeri 1 Tinangkung, Alwiah, berharap, kegiatan bincang literasi menjadi pemicu untuk menumbuhkan dan menemukan bakat menulis siswa.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada adik-adik, Maria dan Ikerniaty yang sudah mau ke sekolah kami untuk berbagi dengan adik-adik di sini. Harapannya semoga mereka berani menulis, karena sebenarnya ada beberapa siswa yang bisa menulis dan gemar membaca. Dengan kelas ini juga, semoga menjadi wadah untuk menulis dan mempublikasikan karya,” harap Alwiah.
Maria Pankratia adalah manager program Klub Buku Petra dan Program Writers Festival, penerima beasiswa Beyond Project dan Spaces 2022 oleh Goethe Institut Indonesian serta Emerging Writers Makassar International Writers Festival 2017.
“Beberapa tulisannya dimuat di media, seperti KTP untuk Kaum Waria, Kenapa Tidak? Juara III Kategori Umum Lomba Penulisan dan Liputan Keberagaman Gender. Cerpennya yang berjudul Ejuk dimuat dalam Antologi yang Tidak Pernah Usai, diterbitkan Mojok tahun lalu,” terang Fitrahuddin, Ketua Yayaysan X-School yang bekerja sama dengan SMAN 1 Tinangkung.
Fitra melanjutkan, bahwa Maria yang jauh-jauh dari Flores, mengisi sesi di FSB di Kota Luwuk lalu Ke Salakan, juga bagian dari bacapetra.co, sebuah platform menulis di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Kak Maria dan Kak Iker akan menjelaskan tentang dunia kepenulisan, mengapa menjadi penulis, dan bagaimana proses kreatif dalam menulis. Keduanya juga akan langsung membincangkan dua karya, tulisan Kak Iker tentang Ubi Banggai dan satu tulisan yang pernah dimuat di bacapetra.co,” lanjut Fitrahuddin.
Siswa SMA terlihat antusias, mereka menguliti satu persatu cerpen yang dibagikan kepada mereka. Memberi tanggapan dan mengkritik tulisan itu. Membincangkan karya dengan panduan beberapa draft pertanyaan yang biasanya digunakan saat bincang buku di Klub Buku Petra.
“Kalau Iker sendiri, sebenarnya dia anak Banggai, tepatnya Banggai Laut, tetapi bekerja dan tinggal di Palu. Dia sudah menulis 3 buku tunggal, dan dua buku antologi. Tulisan-tulisan featurenya juga dimuat dalam Media Alkhairaat Palu,” tambah Fitrah.
Fitrah, Maria, dan Iker, sepakat memilih cerpen Ubi Banggai yang sangat dekat dengan siswa, karena berlatar tempat di Banggai. Sementara cerpen Percakapan Penghuni Mauntef, berlatar di sebuah desa di Nusa Tenggara Timur.
“Karena sangat dekat dengan mereka, mereka jadi lebih mudah memahami. Sementara Percakapan Penghuni Mauntef itu, itu jauh dari mereka. Tapi sengaja, biar ada perbandingan,” tutup Fitrah yang dibenarkan Maria dan Ikerniaty.
Reporter : Iker
Editor : Rifay