Hari-hari terasa begitu singkat. Kita merasakan waktu berjalan begitu cepat, peristiwa demi peristiwa terjadi dalam sekejap mata. Pagi, petang, siang, malam, silih berganti.
Jarang di antara kita yang memperhatikannya, terlebih yang disibukkan oleh hidup yang mempesona dan mengasyikkan. Tahu-tahu jasmani berangsur surut. Waktu dan musim terus beralih dari masa ke masa, mengubah segalanya.
Yang bisa menghentak kehidupan kita adalah kematian. Dalam hal ini, kematian merupakan peristiwa besar yang mengubah segalanya dan menghentikan seluruh nilai dunia yang pernah begitu dicintainya.
Oleh sebab itu, setiap muslim sangat ingin -di sela-sela timbul tenggelamnya hidup ini- banyak amal saleh dapat dilakukan, banyak kemelut hidup dapat dipertanggungjawabkan, lalu mengakhiri usianya dengan husnul khatimah, sebagai akhir yang indah.
Tentang umur, Rasulullah SAW mengatakan: ”Umur umatku di antara 60 dan 70 tahun, dan sedikit di antara mereka yang melampaui itu.” (H.R. Ibnu Majah).
Bagi kita umat Islam hidup bukan hanya bernafas. Ada sekelompok manusia yang kendati jasadnya sudah mati, namun seperti dikatakan Quran sebagai ”orang-orang hidup dan memperoleh rezeki” (QS. 3: 169). Sebaliknya, ada yang nyatanya hidup tapi dianggap sebagai ”orang yang mati” (QS. 35: 22).
Makna hidup dalam perspektif Islam adalah menyeimbangkan antara kesenangan duniawi dan penyiapan bekal ukhrawi. Bukankah doa yang selalu kita mohon adalah, ”Rabbana aatina fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirati hasanah (Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat).”
Dalam Al-Quran banyak disinggung perubahan masa dan waktu, supaya manusia selalu ingat bahwa dia berada dalam kekuasaan Tuhan. Dia tidak mungkin mampu menentang perubahan, baik dalam alam maupun dalam dirinya sendiri.
”Perhatikanlah bulan dan malam, ketika telah pergi. Dan pagi, ketika telah benderang. Sesungguhnya, inilah peristiwa yang sangat besar. Satu peringatan untuk manusia” (Al-Mudatstsir 32-35).
Dalam praktek, tak banyak orang mencapai usia maksimal yang disebutkan Rasulullah di atas. Banyak di antara kita yang mati muda sebelum mencapai usia 60 tahun. Maka tentulah mereka yang melampaui usia maksimal adalah anugerah keistimewaan dari Tuhan dan berkesempatan merenungkannya lebih sungguh-sungguh bahwa sewaktu-waktu penilaiannya akan beralih dari hidup di dunia kepada kehidupan di akhirat.
Ketika itu terjadi, Nabi SAW menggambarkan: ”Si mayat diberangkatkan ke kubur beserta keluarga, harta, dan amal perbuatannya. Keluarga dan hartanya kembali pulang. Yang tinggal padanya hanyalah amal perbuatan yang baik.” (H.R. Bukhari-Muslim).
Di antara kita mungkin ada yang mengira bahwa kematian tak akan segera menghampirinya. Mereka berpikir demikian, karena badannya memang sehat, kekayaan melimpah, dan punya kekuasaan (jabatan). Padahal kematian acap kali lewat di sekitarnya, entah itu teman, kenalan, kerabat, tetangga atau orang lain yang kematiannya dimuat lewat berita duka media massa.
Namun semua itu dianggapnya sepi. Mereka pun segera kembali mengasyiki dunianya. Yang demikian ini karena mereka tak menyadari bahwa hidup ini seperti menumpang kapal.
Berapa pun lamanya ia mengarungi samudara dan lautan, suatu ketika kapal pasti akan bersandar di dermaga dan ia pun harus turun. Karena itu betapa pun sehatnya kita, semelimpah apapun kekayaan kita, dan setinggi apapun jabatan kita, suatu ketika kita pasti turun.
Satu hal yang paling berat menempatkannya dalam hati kita adalah satu hukum yang dijelaskan Alquran bahwa hidup sesudah mati (akhirat) itu lebih baik dan lebih kekal. Lebih lagi adalah menempatkan kata-kata hukum (Sunnatullah) itu dalam perspektif kehidupan sosial-ekonomi kita.
Syukurlah akhir-akhir ini dalam kehidupan sosial kita semakin disadari, masih banyak yang menantikan uluran tangan kaum punya untuk terjembataninya jurang kemiskinan dan situasi kesenjangan.
Tetapi hal itu hanya akan dapat dijembatani dengan kesadaran yang dikesankan oleh iman ke dalam hati nurani kaum punya, di mana kelebihan nikmat Allah di tangannya diinvestasikan untuk membentuk teman abadi di akhirat nanti.
Al-Quran mengingatkan: ”Ingatlah pada suatu hari, di mana harta dan putera-puteri tercinta, tiada nilai dan tiada guna, kecuali siapa yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.” (As-Syu’ara 88-89). Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)