PALU – Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Sulawesi Tengah (Sulteng) mencatat out flow atau uang yang dikeluarkan di wilayah Sulteng sebesar Rp4,5 triliun selama Tahun 2021.
Dari sisi komposisinya, uang sebesar Rp4,5 triliun tersebut lebih dominan beredar di empat kas titipan BI Sulteng, yakni di Bungku (Kabupaten Morowali), Luwuk (Kabupaten Banggai), Tolitoli dan Poso.
Menurut Kepala Unit Pengelolaan Uang Rupiah (PUR), KPw BI Sulteng, Antoni, dari empat kas titipan yang ada, jumlah uang terbesar dan yang terbesar di Palu sebesar Rp2,2 triliun dan di Bungku senilai Rp1,3 triliun.
“Sisanya beredar di dua kas titipan lainnya,” katanya saat konferensi pers di salah satu resto, di Kota Palu, Selasa (04/01) tadi malam.
Pada kesempatan yang sama, Analis Unit Pengawasan Sistem Pembayaran, KPw BI Sulteng, Riemas Anugrah juga menguraikan transaksi menggunakan uang elektronik yang berlangsung selama Tahun 2021.
Menurut dia, transaksi menggunakan uang elektronik pada Tahun 2021 mencapai Rp994 miliar. Angka ini terbilang tinggi dibanding transaksi yang berlangsung di Tahun 2020 yang hanya sebesar Rp328 miliar.
“Ini peningkatan yang cukup signifikan. Nantinya juga akan didorong dengan penggunaan uang elektronik di bandara dan di tempat-tempat lain,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan transaksi non tunai lainnya dengan menggunakan Quick Response Indonesian Standard (QRIS). Kata dia, nominal transaksi menggunakan QRIS di Sulteng selama Tahun 2021 mencapai Rp19 miliar per bulan dari 39.000 transaksi.
“QRIS ini memang lebih banyak transaksinya ke merchant UMKM karena kalau transaksi uang besar itu jarang menggunakan QRIS sebab ada limitasinya juga. Biasanya transaksi yang besar itu melalui check giro walaupun kategorinya juga non tunai,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala KPw BI Sulteng, M Abdul Majid Ikram, mengatakan, secara umum, perputaran uang atau flow of fund di Sulteng ini meningat karena pertumbuhan ekonominya juga positif.
“Cuma memang sekarang terbagi dengan program digitalisasi yang dikampanyekan BI sehingga mengakibatkan transaksi itu terjadi pergeseran, orang lebih banyak menggunakan transasi non tunai. Otomatis uang kartalnya turun. Di sisi lain, penurunan ini juga gara-gara Covid-19,” katanya.
Ia juga menyoroti besarnya uang yang digelontorkan di daerah Morowali. Kata dia, jika berbicara lingkup Sulteng, maka kondisi tersebut menjadi ironi.
“Memang ekonominya jalan, cuma trickle down effect-nya tidak berputar di Sulteng,” ujarnya.
Kata dia, kondisi tersebut menjadi tantangan bersama, terutama pemerintah untuk bisa menstimulus dengan membuat iklim usaha dan iklim investasi yang semakin marak di Morowali atau di kantong-kantong penyangganya, seperti di Morut, Banggai dan lainnya. (RIFAY)