POSO – Bank Indonesia (BI) Palu turut serta memeriahkan Festival TampoLore dengan menggelar workshop terkait pengembangan akses pasar dan keuangan bagi produk dan jasa masyarakat serta komunitas lokal Lembah Behoa. Workshop ini bertujuan untuk mendorong ekonomi kreatif berbasis wisata, budaya, dan konservasi.
Perwakilan BI Palu, Ta’dir Eko Prasetia, menegaskan pentingnya pengembangan akses pasar dan keuangan bagi pelaku usaha di desa wisata sebagai strategi kunci untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Berikut beberapa langkah yang dibahas dalam workshop tersebut. Pertama, pelatihan dan edukasi.
Mengadakan pelatihan tentang manajemen usaha, pemasaran digital, dan literasi keuangan bagi pelaku usaha di desa wisata. Mengajarkan penggunaan teknologi dan media sosial untuk mempromosikan produk dan jasa.
Kemudian, kedua, peningkatan Infrastruktur. Dalam hal ini, memperbaiki infrastruktur dasar seperti jalan, jaringan internet, dan fasilitas publik untuk mendukung aksesibilitas dan kenyamanan wisatawan.
Selain itu dalam ini, mengembangkan fasilitas penunjang seperti pasar seni dan kerajinan, pusat informasi turis, dan pusat oleh-oleh.
“Pentingnya menciptakan kenyamanan bagi para wisatawan yang berkunjung,” ujar Eko Prasetia kepada peserta workshop di situs Pokekea, Lembah Behoa, Lore Tengah, Kabupaten Poso..
Kemudian ketiga, kata dia, kolaborasi dengan pemerintah dan swasta. Menciptakan kemitraan dengan pemerintah daerah, lembaga keuangan, dan perusahaan swasta untuk menyediakan dukungan finansial dan pemasaran.
Keempat, mengadakan pameran dan bazar yang melibatkan pelaku usaha desa wisata untuk memperluas jaringan pemasaran.
“Saya belum melihat ada kuliner khas di Lembah Behoa ini dan produk unggulan yang menonjol,” tambah Eko Prasetia.
Kemudian, kelima, akses keuangan. Lembaga keuangan didorong untuk menawarkan produk kredit mikro dan pinjaman dengan bunga. Pengembangan Produk Unggulan seperti membantu pelaku usaha mengidentifikasi dan mengembangkan produk unggulan yang memiliki daya tarik bagi wisatawan.
Mendorong inovasi dalam produk dan layanan untuk meningkatkan daya saing.
Lalu ke enam, promosi dan branding. “Membangun branding desa wisata yang kuat dan konsisten untuk menarik lebih banyak pengunjung dan menggunakan platform digital dan media sosial untuk mempromosikan desa wisata dan produk-produk lokal,” ujarnya.
Dan terakhir, pendampingan dan monitoring juga penting seperti menyediakan pendampingan berkelanjutan bagi pelaku usaha, untuk memastikan mereka mampu mengimplementasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh. Kemudian, melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala untuk menilai efektivitas program dan melakukan perbaikan yang diperlukan.
“Dengan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak, pengembangan akses pasar dan keuangan bagi pelaku usaha di desa wisata dapat meningkatkan daya saing dan keberlanjutan usaha, sekaligus mendukung pembangunan ekonomi lokal yang inklusif dan berkelanjutan,” tandasnya.
Reporter: IRMA
Editor: NANANG