Menjelang kematiannya, Imam Syafi’i meninggalkan pesan-pesan yang sangat bermanfaat. Pesannya itu adalah: Janganlah sekali-kali engkau menganggap kecil nikmat Allah kepadamu, walau nikmat itu sedikit. Balaslah nikmat tersebut dengan bersyukur.
Memang, kadangkala kita melihat suatu nikmat agak terasa kecil, lebih-lebih bagi orang yang tak mau merenungi kegunaannya. Seperti kenikmatan waktu berjalan kaki, yang karena sudah biasa melakukannya setiap saat tanpa kendala, sebahagian kita lupa bahwa itu suatu kenikmatan besar.
Bukan hanya lupa, tetapi juga menggunakan kenikmatan yang Allah berikan itu untuk bermaksiat kepada Allah. Seperti melangkah untuk melakukan yang dilarangNya, dan tidak melakukan yang diperintahkanNya. Tangan misalnya, tidak digunakan untuk menolong orang lain, tetapi dengan sesadar sadarnya kita menggunakan untuk memukul orang lain bahkan mematikan karirnya.
Meski demikian, akan terasa begitu besar nikmat kaki, ketika kaki sudah tak mampu lagi menyangga tubuh. Atau saat kaki tak mampu lagi berjalan karena suatu kecelakaan atau sakit.
Di saat demikian, banyak tempat tak mampu digapai, atau banyak hajat tak mampu dipenuhi. Kalaupun berusaha meraihnya, banyak alat harus digunakan atau banyak ongkos harus dikeluarkan setiap saat.
Menyadari hal itu, maunya setiap diri kita mensyukuri segala kenikmatan yang Allah berikan. Sungguh tak ada nikmat yang kecil, bila mau direnungi. Allah berjanji akan menambah kenikmatan, bila kita mau mensyukurinya
Yang menarik dalam Alquran menyebut kata “syukur” sebanyak 75 kali. Alquran pun menyebut kata “bala’” (ujian atau cobaan) 75 kali. Tentunya ini bukan hal kebetulan karena itu tentu juga mengandung banyak hikmah yang tidak biasa.
Diantaranya adalah manusia yang pandai bersyukur kepada Allah, hidupnya tercegah dar segala macam bala’ atau musibah dan ujian. Orang yang hidupnya kurang bersyukur dan pandai mengeluh, maka hidupnya tidak akan bahagia.
“Manusia yang tidak pandai bersyukur, hidupnya akan akrab dengan musibah dan bencana,”
Syukur merupakan maqam (kedudukan) yang tinggi di sisi Allah. Syukur merupakan tanda pengabdian seorang hamba kepada Allah. Syukur adalah tanda penghubung seorang hamba kepada Tuhannya.
Hal itu dikemukakan dalam salah satu ayat Alquran yang artinya, “Dan bersyukurlah kepada Allah, jika hanya kepada Allah kamu menyembah.” (QS Al-Baqarah: 72)
Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW menegaskan, “Manfaatkanlah yang lima sebelum datang lima perkara yang lain: mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu senggangmu sebelum kesibukanmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR Baihaki).
Kalau kita cermati, hadits Rasulullah SAW mengajari kita untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Pemanfaatan waktu dengan sebaik mungkin itu merupakan maifestasi dari rasa syukur kepada Allah.
Maka setiap Muslim harus selalu memelihara energi syukur dalam hidupnya. Hendaklah sebagai Muslim kita selalu bersyukur ‘ala kulli hal (dalam setiap keadaan). Energi syukur perlu terus kita jaga, bahkan tingkatkan. Itulah jalan hidup bahagia di dunia maupun akhirat.
Syukur merupakan manifestasi ketaqwaan kepada Allah SWT yang diwujudkan dalam bentuk iman dan amal shaleh. Hakikatnya itulah bekal yang harus kita siapkan untuk kembali ke kampung halaman kita yang abadi.
Karena hidup di dunia ibarat tempat persinggahan para perantau, cepat atau lambat mereka akan mengalami kematian untuk kembali kepada Allah Swt selama-lamanya. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)