Abu Bakar mengirim surat kepada para pemimpin pasukan di Syam untuk menggabungkan pasukan-pasukan yang terpencar untuk menghadapi pasukan Romawi Timur yang berjumlah besar. Akhirnya, Abu Ubaidah bin al Jarrah, Amr bin al Ash, Yazid bin Abu Sufyan, dan Syurahbil bin Hasanah membawa pasukan mereka berkumpul di Yarmuk.
Ketika pasukan kaum Muslimin bersatu, situasi stagnan. Romawi Timur dan kaum Muslimin sudah berhadap-hadapan, tapi selama dua bulan tidak ada yang menginisiasi pertempuran dari kedua pihak. Abu Bakar mengirim surat ke Khalid bin Walid di Irak untuk datang ke Yarmuk.
Sesampainya di Yarmuk, para panglima pasukan sepakat mengangkat Khalid sebagai Jenderal lapangan dan komandan umum pasukan. Atas izin dan karunia Allah, kaum Muslimin kemudian mengalahkan Bizantium dengan telak.
Kurang lebih sama yang kita hadapi saat ini. Amerika yang mengakui Jerussalem sebagai ibukota Israel. Keputusan yang memihak Israel itu sangat merugikan Palestina khususnya yang tanahnya dicaplok dan umat Islam pada umumnya yang salah satu tempat suci dianggap masuk wilayah Israel.
Bagi kita orang Muslim, momen ini perlu menjadi pelajaran penting untuk bersatu.
Dalam kondisi seperti ini kita butuh persatuan. Mengapa? Karena persatuan adalah sumber kekuatan menuju kemenangan. Menjalin persatuan membutuhkan figur pemimpin yang cakap lahir dan batin.
Abu Bakar menyeru pada persatuan kepada para jenderalnya di Syam, sedangkan Khalid menguatkan persatuan itu dengan memimpin mereka. Tidak ada yang meragukan kualitas Khalid dalam memimpin peperangan. Ia menuai banyak sukses di Irak.
Salah satu jalan menuju persatuan adalah merapatkan shaf shalat. Dengannya, hati kaum Muslimin dapat bersatu.
Dari Abu Masud al Badri, ia berkata: Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambiasa mengusap bahu-bahu kami, ketika akan memulai shalat, seraya beliau bersabda:Luruskan shafmu dan janganlah kamu berantakan dalam shaf; sehingga hal itu membuat hati kamu juga akan saling berselisih. (Shahih: Muslim no 432).
Kita harus bersatu dalam berjuang, tak ada pilihan lain. Tak bisa mengandalkan orang lain untuk membantu kita mempertahankan diri dan membuat kemajuan ke arah yang baik.
Kita harus punya agenda dan kekuatan sendiri, senantiasa waspada terhadap manuver-manuver pihak lain, dan merawat tali persaudaraan atau ukhuwah islamiyah.
Apalagi dalam sejarah dunia, telah banyak pengkhianatan terhadap perjanjian yang dibuat umat Islam, seperti pada masa Rasulullah SAW.
Jika bersatu dengan niat yang ikhlas untuk perjuangan suci menegakkan agama Allah, Ansyaallah kita akan mendapat bantuan Allah. Tak perlu ragu. Kita perlu menyakini itu, apalagi pernah terbukti dalam sejarah perjuangan umat Islam.
Sejarah membuktikan, ketika dahulu umat Islam adalah umat yang satu, Islam memimpin dunia dengan keadilan selama sekian abad. Jika kita teliti masa-masa kemenangan Islam, maka akan kita temukan bahwa semuanya itu tergantung kepada terealisirnya kesatuan umat.
Kemenangan dalam peperangan di masa Rasulullah saw, maupun masa-masa penaklukan pasukan Islam ke hampir penjuru dunia, adalah buah dari kuatnya persatuan umat. Namun ketika ukhuwah melemah, kita dapat lihat reaksi pasukan Islam menghadapi serangan musuh-musuh Islam.
Misalnya ketika Palestina dan Mesjid Al-Aqsha jatuh ke tangan pasukan Salib atau saat Baghdad dikuasai pasukan Tartar. Ketika kesatuan dan persatuan Islam lemah, lemah pula kekuatan umat Islam di hadapan musuh-musuhnya.
Musuh-musuh Islam telah cermat mengamati sumber kekuatan umat Islam Karena itu fokus sasaran serangan mereka kepada umat Islam adalah melemahkan ikatan ukhuwah pada diri umat Islam dengan berbagai sarana yang mereka miliki. Dan kesatuan politik umat Islam telah tercerabut bersamaan dengan jatuhnya Kekhalifahan Utsmani di Turki. Sejak itu negara-negara Barat menjajah dan menjarah negeri-negeri Islam.
Tidak ada senjata yang ampuh untuk menghadapi kepungan kekuatan zionis, kecuali kesolidan umat Islam.
Persatuan umat adalah sebuah jawabannya. Karena itu mari bergandengan tangan dan bekerja sama menghadapi musuh yang ada di depan mata. Luka Palestina adalah luka kita. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)